Jumat, 27 Desember 2013

Aku Takut Akan Trauma



Hidup memang tak selamanya berjalan dengan mulus. Kenyataan kadang selalu tidak sesuai dengan apa yang telah kita harapkan. Setiap kali seorang pemenang muncul, sekian banyak yang kalah tergeletak dalam kekecewaan, penderitaan sementara kegagalan telah mendekapnya erat-erat.
Mungkin bagi sebagian orang ini sedikit terdengar agak berlebihan. Karna mengingat umurku yang masih dapat dikatakan belum pantas untuk terlalu memikirkan masalah jodoh atau pasangan hidup. Ya, kini usiaku baru akan menginjak 18 tahun dan aku adalah seorang murid SMA tingkat akhir. Namun, ini bukanlah masalah berapa usiaku dan masalah aku seorang murid SMA tingkat akhir yang akan menghadapi banyak ujian di sekolah, tapi ini adalah masalah perasaan, perasaan yang sulit teralihkan dengan buku-buku pelajaran tebal yang harus dipelajari. Perasaan yang kadang adalah hanya sebatas perasaan iri karna ligkungan, lingkungan yang mempertontonkan banyak pasangan yang kadang terlihat harmonis walau tak jarang selalu ada pertikaian. Namun, bagiku itu adalah hal yang menarik.
Hampir 3 tahun aku berada di tempat ini, tempat yang benar-benar dapat memberikan banyak pengalaman hidup. Tempat yang membuatku mampu untuk dapat mengecap indahnya persahabatan, kejamnya perselisihan, dan pahitnya percintaan. Tidak, aku sama sekali tidak salah karna telah menuliskan perasaan itu dalam pengalaman percintaanku di masa-masa SMA. Mereka yang merasa paling berpengalaman, mereka para senior, dan para orang tua selalu mengatakan bahwa kisah kasih yang akan aku dapatkan kelak akan terasa manis, hangat, dan tak akan terlupa. Sampai detik ini aku terus mencari kebenaran atas apa yang telah mereka ucapkan ketika hari pertamaku mengenakan seragam putih abu. Dan kini pengalamanku selama 3 tahun telah membenarkan semua ucapan itu,  pahit bukan manis, sakit bukan hangat, dan memang tak akan terlupa hingga menjadi trauma.
Semua makhluk di atas bumi ini tidak mungkin akan tidak pernah tidak terlanda atau terserang rasa khawatir. Sebab rasa khawatir tidak pandang bulu. Entah itu anak kecil, remaja, orang tua, pejabat, rakyat jelata, maupun gelandangan. Bahkan flora dan fauna pun merasakan rasa khawatir ini. Dan kini aku khawatir, aku takut, aku akan trauma dengan banyak kisah percintaan pahit yang telah aku dapatkan selama aku menjadi murid SMA.
Dicampakkan, harapan palsu, di jadikan yang kedua adalah beberapa dari banyaknya pengalaman pahit itu.
Di campakkan. Itu adalah hal yang paling menyesakkan. Bagaimana tidak ? pengalaman itu aku dapatkan dari seorang pria berperawakan tinggi, kulit agak hitam, dan mata yang sipit. Pria yang sempat menarik perhatianku. Pria yang –aku fikir, sempat dekat denganku. Aku fikir ? ya, karna aku takut kedekatan kita dulu hanyalah perasaanku saja.
Kami sempat dekat –semoga, selama beberapa bulan saja. Kedekatan yang dapat dikategorikan biasa saja sebenarnya, namun mampu membuat hati kami –mungkin hanya aku, berdesir. Aku selalu merasa bahwa pria itu selalu memperhatikanku dan selalu memberikan perhatian lebih padaku. Pernah suatu saat dia menyuruh beberapa teman kami untuk menemaniku di ruang UKS karna memang aku sedang sakit. Dan itu adalah salah satu dari sekian banyak perhatian yang tak ia tunjukan langsung padaku. Seiring berjalannya waktu, aku semakin jatuh hati padanya. Bahkan aku sangat begitu menyayangi pria yang kini menyampakkanku itu. Beberapa kali aku sempat menyelamatkan dia dari murka para guru karna memang tingkahnya yang buruk. Namun itu aku lakukan karna aku begitu menaruh hati padanya. Waktu berjalan begitu sangat cepat. Semua, segala hal yang terjadi beberapa bulan yang lalu, seketika berubah cepat seperti hendak membalikan telapak tangan. Sakit, selama kedekatan ini aku terus saja menanti kapan pria itu akan menyatakan perasaannya padaku. Bodoh, selama kedekatan ini aku terus saja menyangka jika kedekatan ini akan berujung pada sebuah hubungan yang jelas. Namun kenyataannya, kini saling sapa pun tak pernah kita lakukan. Kita dekat, aku berharap, aku di campakkan, dia menjalin hubungan dengan wanita lain. Aku menangis. Sulit.
Harapan palsu. Tawaku pecah jika mengingat banyak hal mengenai beberapa pria yang telah memberikanku harapan palsu. Tawa ? jelas saja, karna di sini aku selalu menjadi wanita penikmat harapan palsu. Sebenarnya tak jauh berbeda dengan ketika aku di campakkan dahulu. Sakit, bahkan kini aku merasa seperti di permainkan. Namun, aku tetap saja menjalankan –permainan, ini karna aku menikmati sebagai wanita penikmat harapan palsu. Dan kini bukan hanya berhari-hari, berbulan-bulan, tapi bertahun-tahun aku menikmati permainan ini. Semua berjalan seperti daun yang terbang terbawa tiupan angin. Namun, semakin lama aku rasa ada perasaan yang salah dengan apa yang aku jalani selama ini, aku wanita dan butuh kepastian. Telah banyak cara aku lakukan untuk membuat para pria pemberi harapan palsu itu agar segera memperjelas hubungan kami. Namun, sepertinya semua percuma. Yang dapat aku tangkap mereka hanyalah ingin mempermainkanku saja. Kami dekat, kami tertawa, dia memberi harapan, aku meminta kepastian, dia meninggalkan, aku menangis. Rumit.
Menjadi yang kedua. Menjadi yang kedua dengan diduakan itu adalah hal yang sebenarnya sama-sama menjadi beban mental. Mungkin sebagian orang selalu beranggapan bahwa kami –para selingkuhan, adalah wanita gatal, perusak suatu hubungan, tak punya hati, dan akan selalu merasa bahagia walau itu hasil merebut, bahkan mereka tak jarang selalu menyumpahkan karma pada kami. Aku –dan semua selingkuhan, selalu terima atas pendapat yang keluar dari mulut mereka, karna aku yakin semua orang memiliki pendapat yang sama. Bahkan bagi kami sebagai selingkuhanpun kadang tak enak hati atas status yang sedang kami sandang ini.
Aku tak sepenuh hati mencintai pria yang sedang menjadikanku teman dekat selain kekasihnya itu. Banyak alasan ketika aku menerimanya sebagai pria yang tak pantas sebenarnya aku katakan sebagai kekasih. Dan salah satu alasan terbodoh itu adalah, aku merasa begitu sakit hati karna pria yang selalu aku tunggu kepastiannya, kini telah menjalin suatu hubungan dengan wanita lain. Pria –yang menjadikanku selingkuhannya itu, selalu mengingatkan bahwa aku tak boleh menghubunginya duluan, aku harus menunggu dia yang menghubungiku. Dan dia selalu mengatakan bahwa kami hanya mampu berkomunikasi, bertemu itu hanya saat malam datang, dan untuk itu aku memanggilnya ‘kunang-kunang’. Aku tak pernah meminta ‘kunang-kunang’ itu untuk menjadikanku yang pertama dan memutuskan hubungan dengan kekasihnya. Aku hanya ingin, jika wanita yang menjadi selingkuhannya itu adalah aku saja, mudah. Selain ‘kunang-kunang’, pria yang jujur saja sampai detik ini masih begitu aku cintaipun sempat menjadikan aku sebagai teman dekatnya, dan menyembunyikan aku dari kekasihnya. Tak ada aturan untuk kami bertemu dan berkomunikasi hanya pada malam hari, kami bebas bertemu dan berkomunikasi kapanpun. Namun disini aku benar-benar meminta kepastian atas hubungan kami. Dia sempat berkelit, bahkan menghindar. Aku tak memaksa dan tak berbuat apa-apa. Kami dekat, kami bahagia, namun semu. Sebuah Kesalahan.
Aku tidak mau jika harus menjadi seorang remaja yang merasa paling menderita atas masalah percintaan ini. Karna aku yakin diluar sana banyak yang senasib atau bahkan merasa lebih pahit atas pengalaman cinta semasa menjadi murid SMA. Masa-masa dimana mereka katakan begitu indah dengan bumbu-bumbu kisah kasih yang tak akan terlupa.
Aku tahu, banyak kesalahan, banyak dosa yang sebenarnya telah aku perbuat, mungkin ini adalah balasan dari Tuhan. Namun aku tak mau jika harus mengkambing hitamkan dan menyalahkan Tuhan.
Semoga Tuhan tak marah padaku.
Semoga karma tak menghantuiku.
dan Semoga aku tak pernah trauma dengan cinta yang pahit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar