Hidup memang tak
selamanya berjalan dengan mulus. Kenyataan kadang selalu tidak sesuai dengan
apa yang telah kita harapkan. Setiap kali seorang pemenang muncul, sekian
banyak yang kalah tergeletak dalam kekecewaan, penderitaan sementara kegagalan
telah mendekapnya erat-erat.
Mungkin bagi
sebagian orang ini sedikit terdengar agak berlebihan. Karna mengingat umurku
yang masih dapat dikatakan belum pantas untuk terlalu memikirkan masalah jodoh
atau pasangan hidup. Ya, kini usiaku baru akan menginjak 18 tahun dan aku
adalah seorang murid SMA tingkat akhir. Namun, ini bukanlah masalah berapa
usiaku dan masalah aku seorang murid SMA tingkat akhir yang akan menghadapi
banyak ujian di sekolah, tapi ini adalah masalah perasaan, perasaan yang sulit
teralihkan dengan buku-buku pelajaran tebal yang harus dipelajari. Perasaan
yang kadang adalah hanya sebatas perasaan iri karna ligkungan, lingkungan yang
mempertontonkan banyak pasangan yang kadang terlihat harmonis walau tak jarang
selalu ada pertikaian. Namun, bagiku itu adalah hal yang menarik.
Hampir 3 tahun
aku berada di tempat ini, tempat yang benar-benar dapat memberikan banyak
pengalaman hidup. Tempat yang membuatku mampu untuk dapat mengecap indahnya
persahabatan, kejamnya perselisihan, dan pahitnya percintaan. Tidak, aku sama
sekali tidak salah karna telah menuliskan perasaan itu dalam pengalaman
percintaanku di masa-masa SMA. Mereka yang merasa paling berpengalaman, mereka
para senior, dan para orang tua selalu mengatakan bahwa kisah kasih yang akan
aku dapatkan kelak akan terasa manis, hangat, dan tak akan terlupa. Sampai
detik ini aku terus mencari kebenaran atas apa yang telah mereka ucapkan ketika
hari pertamaku mengenakan seragam putih abu. Dan kini pengalamanku selama 3
tahun telah membenarkan semua ucapan itu,
pahit bukan manis, sakit bukan hangat, dan memang tak akan terlupa
hingga menjadi trauma.
Semua makhluk di
atas bumi ini tidak mungkin akan tidak pernah tidak terlanda atau terserang
rasa khawatir. Sebab rasa khawatir tidak pandang bulu. Entah itu anak kecil,
remaja, orang tua, pejabat, rakyat jelata, maupun gelandangan. Bahkan flora dan
fauna pun merasakan rasa khawatir ini. Dan kini aku khawatir, aku takut, aku
akan trauma dengan banyak kisah percintaan pahit yang telah aku dapatkan selama
aku menjadi murid SMA.
Dicampakkan,
harapan palsu, di jadikan yang kedua adalah beberapa dari banyaknya pengalaman
pahit itu.
Di campakkan.
Itu adalah hal yang paling menyesakkan. Bagaimana tidak ? pengalaman itu aku
dapatkan dari seorang pria berperawakan tinggi, kulit agak hitam, dan mata yang
sipit. Pria yang sempat menarik perhatianku. Pria yang –aku fikir, sempat dekat
denganku. Aku fikir ? ya, karna aku takut kedekatan kita dulu hanyalah perasaanku
saja.
Kami sempat
dekat –semoga, selama beberapa bulan saja. Kedekatan yang dapat dikategorikan
biasa saja sebenarnya, namun mampu membuat hati kami –mungkin hanya aku,
berdesir. Aku selalu merasa bahwa pria itu selalu memperhatikanku dan selalu
memberikan perhatian lebih padaku. Pernah suatu saat dia menyuruh beberapa
teman kami untuk menemaniku di ruang UKS karna memang aku sedang sakit. Dan itu
adalah salah satu dari sekian banyak perhatian yang tak ia tunjukan langsung
padaku. Seiring berjalannya waktu, aku semakin jatuh hati padanya. Bahkan aku
sangat begitu menyayangi pria yang kini menyampakkanku itu. Beberapa kali aku
sempat menyelamatkan dia dari murka para guru karna memang tingkahnya yang buruk.
Namun itu aku lakukan karna aku begitu menaruh hati padanya. Waktu berjalan
begitu sangat cepat. Semua, segala hal yang terjadi beberapa bulan yang lalu,
seketika berubah cepat seperti hendak membalikan telapak tangan. Sakit, selama
kedekatan ini aku terus saja menanti kapan pria itu akan menyatakan perasaannya
padaku. Bodoh, selama kedekatan ini aku terus saja menyangka jika kedekatan ini
akan berujung pada sebuah hubungan yang jelas. Namun kenyataannya, kini saling
sapa pun tak pernah kita lakukan. Kita dekat, aku berharap, aku di campakkan,
dia menjalin hubungan dengan wanita lain. Aku menangis. Sulit.
Harapan palsu.
Tawaku pecah jika mengingat banyak hal mengenai beberapa pria yang telah
memberikanku harapan palsu. Tawa ? jelas saja, karna di sini aku selalu menjadi
wanita penikmat harapan palsu. Sebenarnya tak jauh berbeda dengan ketika aku di
campakkan dahulu. Sakit, bahkan kini aku merasa seperti di permainkan. Namun,
aku tetap saja menjalankan –permainan, ini karna aku menikmati sebagai wanita
penikmat harapan palsu. Dan kini bukan hanya berhari-hari, berbulan-bulan, tapi
bertahun-tahun aku menikmati permainan ini. Semua berjalan seperti daun yang
terbang terbawa tiupan angin. Namun, semakin lama aku rasa ada perasaan yang
salah dengan apa yang aku jalani selama ini, aku wanita dan butuh kepastian.
Telah banyak cara aku lakukan untuk membuat para pria pemberi harapan palsu itu
agar segera memperjelas hubungan kami. Namun, sepertinya semua percuma. Yang
dapat aku tangkap mereka hanyalah ingin mempermainkanku saja. Kami dekat, kami
tertawa, dia memberi harapan, aku meminta kepastian, dia meninggalkan, aku
menangis. Rumit.
Menjadi yang
kedua. Menjadi yang kedua dengan diduakan itu adalah hal yang sebenarnya
sama-sama menjadi beban mental. Mungkin sebagian orang selalu beranggapan bahwa
kami –para selingkuhan, adalah wanita gatal, perusak suatu hubungan, tak punya
hati, dan akan selalu merasa bahagia walau itu hasil merebut, bahkan mereka tak
jarang selalu menyumpahkan karma pada kami. Aku –dan semua selingkuhan, selalu
terima atas pendapat yang keluar dari mulut mereka, karna aku yakin semua orang
memiliki pendapat yang sama. Bahkan bagi kami sebagai selingkuhanpun kadang tak
enak hati atas status yang sedang kami sandang ini.
Aku tak sepenuh
hati mencintai pria yang sedang menjadikanku teman dekat selain kekasihnya itu.
Banyak alasan ketika aku menerimanya sebagai pria yang tak pantas sebenarnya
aku katakan sebagai kekasih. Dan salah satu alasan terbodoh itu adalah, aku merasa
begitu sakit hati karna pria yang selalu aku tunggu kepastiannya, kini telah
menjalin suatu hubungan dengan wanita lain. Pria –yang menjadikanku
selingkuhannya itu, selalu mengingatkan bahwa aku tak boleh menghubunginya
duluan, aku harus menunggu dia yang menghubungiku. Dan dia selalu mengatakan
bahwa kami hanya mampu berkomunikasi, bertemu itu hanya saat malam datang, dan untuk
itu aku memanggilnya ‘kunang-kunang’. Aku tak pernah meminta ‘kunang-kunang’
itu untuk menjadikanku yang pertama dan memutuskan hubungan dengan kekasihnya.
Aku hanya ingin, jika wanita yang menjadi selingkuhannya itu adalah aku saja,
mudah. Selain ‘kunang-kunang’, pria yang jujur saja sampai detik ini masih
begitu aku cintaipun sempat menjadikan aku sebagai teman dekatnya, dan
menyembunyikan aku dari kekasihnya. Tak ada aturan untuk kami bertemu dan
berkomunikasi hanya pada malam hari, kami bebas bertemu dan berkomunikasi
kapanpun. Namun disini aku benar-benar meminta kepastian atas hubungan kami.
Dia sempat berkelit, bahkan menghindar. Aku tak memaksa dan tak berbuat
apa-apa. Kami dekat, kami bahagia, namun semu. Sebuah Kesalahan.
Aku tidak mau
jika harus menjadi seorang remaja yang merasa paling menderita atas masalah
percintaan ini. Karna aku yakin diluar sana banyak yang senasib atau bahkan
merasa lebih pahit atas pengalaman cinta semasa menjadi murid SMA. Masa-masa
dimana mereka katakan begitu indah dengan bumbu-bumbu kisah kasih yang tak akan
terlupa.
Aku tahu, banyak
kesalahan, banyak dosa yang sebenarnya telah aku perbuat, mungkin ini adalah
balasan dari Tuhan. Namun aku tak mau jika harus mengkambing hitamkan dan
menyalahkan Tuhan.
Semoga Tuhan tak
marah padaku.
Semoga karma tak
menghantuiku.
dan Semoga aku
tak pernah trauma dengan cinta yang pahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar