“apa kabar Kanda ? semoga Kanda
dalam keadaan sehat dan selalu dalam lindungan Tuhan.
Kanda, mungkin kini kau sedang
merasa kebingungan karena mendapat selembar lontar ini. Atau bahkan, Kanda sedang
bertanya-tanya siapa yang begitu lancang mengirimkan selembar lontar ini untuk
Kanda. Dan mungkin Kanda lupa padaku, padaku yang sampai detik inipun selalu
memikirkan Kanda. Untuk itu aku harap Kanda dapat melanjutkan membaca isi
goresan selembar lontar yang aku kirimkan ini.
Kanda, aku adalah wanita yang
selalu berdebar ketika dekat dengan Kanda. Aku adalah wanita yang selalu
memperhatikan Kanda diam-diam. Aku adalah wanita yang selalu begitu khawatir
jika semenitpun tak melihat Kanda. Aku adalah wanita yang mencintai Kanda. Dan aku
adalah wanita satu-satunya yang memanggilmu Kanda, dengan harapan kau balik
memanggilku Dinda. Bagaimana ? sudah mulai mendapat bayangan siapa aku ? jika
belum, lanjutkan membacanya ya Kanda. Semoga Kanda cepat tahu siapa aku.
Kanda, sebenarnya ingin sekali aku
mengatakan ini sejak dahulu. Sejak aku masih begitu mudah untuk memperhatikanmu
walau diam-diam. Sejak aku masih begitu takut untuk mengakui bahwa ini bukanlah
perasaan biasa seorang teman. Dan sejak kita masih sama-sama dapat saling
memandang namun tak saling menyapa.
Kanda, sesungguhnya, kau adalah
laki-laki yang sebenernya tak mungkin untuk aku cintai. Kau adalah laki-laki
yang seharusnya aku pandang dengan sebelah mata. Kau adalah laki-laki yang
mungkin tak ingin aku kenali. Namun, siapa yang tahu atas skenario kehidupan yang
telah Tuhan takdirkan untuk umatnya ? tak ada Kanda, begitupun aku, aku tak
tahu ternyata Tuhan mentakdirkan untuk aku mencintaimu.
Kanda, kau memang tak seperti
pangeran-pangeran yang selama ini ada dalam khayalanku. Kau memang tak sesuai
dengan doa yang selalu aku panjatkan pada Tuhan. Dan kau memang tak pernah aku
bayangkan untuk aku cintai sebelumnya.
Kanda, aku beritahu ya. Aku baru
kali ini mencintai sosok lelaki sepertimu. Aku selalu merasa lelah sendiri. Aku
selalu merasa galau sendiri. Dan mungkin aku selalu merasa bahagia sendiri
untuk mencintaimu. Ya, cinta sepihak itu memang melelahkan.
Kanda, kau sempat berkata. Bahwa kau
tak ingin terlalu perduli dengan perasaan ‘cinta’ dan kau ingin lebih
memfokuskan diri pada beberapa ujian yang memang akan kita hadapi di sekolah. Aku
sangat menghargai atas apa yang telah kau ucapkan itu.
Hmm, bagaimana ? jika kau mulai
tahu siapa aku, mungkin kini kau sedang senyum-senyum sendiri dan membayangkan
hal-hal bodoh apa saja yang telah aku lakukan dulu hanya untuk sekedar dapat
berada di dekatmu. Namun jika kau masih bertanya-tanya, silahkan lanjutkan membaca
ya, Kanda.
Kanda, kau adalah semangatku. Semenjak
aku mencintaimu, aku tak pernah ragu untuk membuka mata dan semangat
melangkahkan kaki menuju tempat dimana kita akan bertemu. Mereka, sering mengatakan
bahwa Kanda adalah sosok lelaki yang tak pernah peka. lelaki yang kurang
perduli terhadap lingkungan sekitar. Dan Kanda adalah lelaki yang super cuek. Namun,
aku rasa Kanda sebenarnya tak seburuk apa yang mereka fikirkan. Dan aku yakin,
sebenarnya Kanda tahu jika pada waktu itu aku mencintaimu. Walau sampai
akhirnya kita berpisah untuk mengejar cita-cita masing-masing pun kau tak pernah memberikan
balasan cinta padaku.
Kanda, tak terasa ya, begitu
banyak kenangan demi kenangan yang telah kita lewati bersama pada masa-masa itu. Masa-masa dimana banyak orang mengatakan tak dapat dilupakan. Persahabatan,
perselisihan, percintaan, sungguh begitu menjadi kenangan terindah dalam
hidupku.
Mencintai Kanda, sebenarnya
melelahkan, namun memberikan begitu banyak kenangan. Aku yang tampak bodoh karena ingin selalu dekat dengan Kanda dan Kanda yang selalu tak pernah perduli padaku. Huh, itu adalah pembalasan yang sebenarnya sedikit menyesakkan.
Namun, lagi-lagi itu adalah sebuah kenangan yang tak akan pernah aku lupakan. Bagaimana
dengan Kanda ?
Kanda, sudahkah kini Kanda ingat
siapa sosokku yang sebenarnya ? ataukah mungkin Kanda masih bertanya-tanya ?
jika begitu, sekarang, coba Kanda buka pintu rumah dan rasakan tiupan angin
yang merasuk dalam kalbu. Setelah itu tutup mata Kanda, dan coba bayangkan Kanda
kembali pada saat dimana kita masih dapat bersama. 5 tahun yang lalu, ketika
kita masih sama-sama mengenakan seragam putih abu. Dan kini bayangan Kanda
hanya terfokuskan pada sosok wanita yang sedang berlari mengejar hewan favorit, hewan yang selalu wanita itu gambarkan pada lembaran buku catatan
Kanda, dan pada lembaran hangat kenangan Kanda. Kupu-kupu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar