Aku tak perlu kau yang sempurna, aku hanya
ingin kau yang seperti ayahku…
Akhir-akhir ini hujan deras cukup sering
mengguyur kotaku. Dingin pun seperti tak ingin ketinggalan untuk selalu
menemani setiap kali cuaca mendung dan ketika langit memecahkan hujannya. Seperti
dinginnya Sabtu malam ini, benar-benar membuatku tak henti untuk berkhayal jika
kini aku dan kamu sedang berdua menikmati hujan dan saling membagi suhu tubuh
untuk saling menghangatkan. Huh, fikiranku jauh melayang menghayalkan beberapa
hal –tentangmu. Hingga akhirnya aku
memutuskan untuk pergi keluar kamar mengambil segelas susu kedelai yang sejak
tadi telah ibuku buat.
Hujan masih sangat begitu deras, membuat
aku tak henti mengusap kedua telapak tanganku, dan lagi-lagi aku merasa, malam ini
begitu terasa dingin. Waktu menunjukan pukul 7 malam. Akhirnya aku mendapatkan
segelas susu kedelai itu, tersimpan begitu menggiurkan di atas meja makan berdampingan
dengan segelas susu coklat dan kopi hitam yang sepertinya telah ibuku sediakan
untuk adik laki-lakiku dan untuk ayahku. Masih terasa hangat, bahkan masih
terlihat asap yang mengepul dari susu kedelai itu. Tapi dimana ayah, ibu, dan adikku berada ? aku
sempat menyangka mereka sedang berada di kamar ayah dan ibu seperti biasanya,
menikmati dinginnya hujan dengan berselimut dan saling bercerita. Namun ternyata,
dugaanku salah, di dalam kamar yang tak terlalu besar itu, aku hanya melihat
adik laki-lakiku yang sedang serius dengan buku pelajarannya. Sebenarnya itu
jarang sekali terjadi, tak biasnya dia serius dengan hal berbau buku apalagi
menyangkut pelajaran, namun aku tak mau menggangu, aku kembali menutup kamar
dan membiarkan adik laki-lakiku itu fokus untuk membaca. Dan aku masih sibuk
mencari dimana ayah dan ibuku berada. Sekejap perasaanku kini terasa begitu
hangat. Entahlah, dingin yang sejak tadi melekat dalam tubuhku sekejap
berganti dengan perasaan seperti ini. Ya, akhirnya aku menemuka dimana ayah dan
ibuku berada. Pemandangan yang begitu indah kini tengah aku nikmati, kemesraan
dimana ayah dan ibuku pertontonkan menjadi pemandangan yang begitu indah. Khayalanku
kini bukan sekedar khayalan, ayah dan ibuku kini tengah menjadikannya nyata. Mereka
kini berada di teras rumah kami, menikmati derasnya hujan di Sabtu malam. Ayahku
merangkul ibu, dan ibu santai menyenderkan kepalanya di dadaka ayahku. Meski aku
melihat dari arah belakang, namun punggung mereka mengisyratkan bahwa mereka
saling mencinta, menyayangi satu sama lain, dan terlihat begitu hangat. Sebenarnya
aku sempat melamun, namun tak lama. Hingga akhirnya aku tersadar dan masuk
kembali, menutup rapat pintu kamarku. Aku meletakan segelas susu kedelai itu di
meja dekat ranjangku. Lagi-lagi aku melamun, dan tersadar ketika aku melihat
buku yang tersimpan rapi di bawah ranjangku, dan tanpa fikir panjang sebuah
tulisan bermakna indah telah aku ukirkan dalam salah satu lembar buku itu.
Untuk
jodohku…
Aku
tak perlu kau yang sempurna, aku hanya ingin kau yang seperti ayahku…
Aku
tak perlu kau yang istimewa, aku hanya ingin kau yang hangat seperti ayahku…
Aku
tak perlu kau yang romantis, aku hanya ingin kau yang hebat seperti ayahku…
Untuk
jodohku…
Aku
harap kau seperti ayahku, karena aku yakin ayahku lah yang paling benar.
Ayahku
selalu mengajariku bersikap lembut, namun tak mengajariku untuk menjadi
penakut.
Ayahku
selalu mengajariku bersikap sederhana, namun tak mengajariku untuk menjadi aku
yang tak tahu apa-apa.
Ayahkulah
yang paling mengerti jika aku sakit setiap aku datang bulan.
Ayahkulah
yang paling tak suka jika orang yang dia sayangi itu terluka.
Dan
ayahkulah yang paling berusaha untuk menjadi kuat untuk melindungi keluarganya.
Semoga
kau tak tersinggung, dan kau mampu memahami apa yang aku inginkan, wahai
jodohku…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar