Senin, 18 November 2013

Wahai Jodohku...



Aku tak perlu kau yang sempurna, aku hanya ingin kau yang seperti ayahku…

Akhir-akhir ini hujan deras cukup sering mengguyur kotaku. Dingin pun seperti tak ingin ketinggalan untuk selalu menemani setiap kali cuaca mendung dan ketika langit memecahkan hujannya. Seperti dinginnya Sabtu malam ini, benar-benar membuatku tak henti untuk berkhayal jika kini aku dan kamu sedang berdua menikmati hujan dan saling membagi suhu tubuh untuk saling menghangatkan. Huh, fikiranku jauh melayang menghayalkan beberapa hal –tentangmu.  Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi keluar kamar mengambil segelas susu kedelai yang sejak tadi telah ibuku buat.
Hujan masih sangat begitu deras, membuat aku tak henti mengusap kedua telapak tanganku, dan lagi-lagi aku merasa, malam ini begitu terasa dingin. Waktu menunjukan pukul 7 malam. Akhirnya aku mendapatkan segelas susu kedelai itu, tersimpan begitu menggiurkan di atas meja makan berdampingan dengan segelas susu coklat dan kopi hitam yang sepertinya telah ibuku sediakan untuk adik laki-lakiku dan untuk ayahku. Masih terasa hangat, bahkan masih terlihat asap yang mengepul dari susu kedelai itu.  Tapi dimana ayah, ibu, dan adikku berada ? aku sempat menyangka mereka sedang berada di kamar ayah dan ibu seperti biasanya, menikmati dinginnya hujan dengan berselimut dan saling bercerita. Namun ternyata, dugaanku salah, di dalam kamar yang tak terlalu besar itu, aku hanya melihat adik laki-lakiku yang sedang serius dengan buku pelajarannya. Sebenarnya itu jarang sekali terjadi, tak biasnya dia serius dengan hal berbau buku apalagi menyangkut pelajaran, namun aku tak mau menggangu, aku kembali menutup kamar dan membiarkan adik laki-lakiku itu fokus untuk membaca. Dan aku masih sibuk mencari dimana ayah dan ibuku berada. Sekejap perasaanku kini terasa begitu hangat. Entahlah, dingin yang sejak tadi melekat dalam tubuhku sekejap berganti dengan perasaan seperti ini. Ya, akhirnya aku menemuka dimana ayah dan ibuku berada. Pemandangan yang begitu indah kini tengah aku nikmati, kemesraan dimana ayah dan ibuku pertontonkan menjadi pemandangan yang begitu indah. Khayalanku kini bukan sekedar khayalan, ayah dan ibuku kini tengah menjadikannya nyata. Mereka kini berada di teras rumah kami, menikmati derasnya hujan di Sabtu malam. Ayahku merangkul ibu, dan ibu santai menyenderkan kepalanya di dadaka ayahku. Meski aku melihat dari arah belakang, namun punggung mereka mengisyratkan bahwa mereka saling mencinta, menyayangi satu sama lain, dan terlihat begitu hangat. Sebenarnya aku sempat melamun, namun tak lama. Hingga akhirnya aku tersadar dan masuk kembali, menutup rapat pintu kamarku. Aku meletakan segelas susu kedelai itu di meja dekat ranjangku. Lagi-lagi aku melamun, dan tersadar ketika aku melihat buku yang tersimpan rapi di bawah ranjangku, dan tanpa fikir panjang sebuah tulisan bermakna indah telah aku ukirkan dalam salah satu lembar buku itu.
Untuk jodohku…
Aku tak perlu kau yang sempurna, aku hanya ingin kau yang seperti ayahku…
Aku tak perlu kau yang istimewa, aku hanya ingin kau yang hangat seperti ayahku…
Aku tak perlu kau yang romantis, aku hanya ingin kau yang hebat seperti ayahku…
Untuk jodohku…
Aku harap kau seperti ayahku, karena aku yakin ayahku lah yang paling benar.
Ayahku selalu mengajariku bersikap lembut, namun tak mengajariku untuk menjadi penakut.
Ayahku selalu mengajariku bersikap sederhana, namun tak mengajariku untuk menjadi aku yang tak tahu apa-apa.
Ayahkulah yang paling mengerti jika aku sakit setiap aku datang bulan.
Ayahkulah yang paling tak suka jika orang yang dia sayangi itu terluka.
Dan ayahkulah yang paling berusaha untuk menjadi kuat untuk melindungi keluarganya.
Semoga kau tak tersinggung, dan kau mampu memahami apa yang aku inginkan, wahai jodohku…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar