Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara,
ya, aku adalah anak bungsu. Keadaan ekonomi keluargaku lumayan berada. Cara
pandang hidup orangtuaku dapat dikatakan sesuai dengan alam masa kini. Walaupun
kadang kala mereka bersikap kurang bijaksana dan adil dalam mengambil
keputusan. Sebenarnya, dalam keluargaku cukup terjalin komunikasi yang baik,
namun setelah kejadian kakakku mendapatkan predikat sebagai murid paling pintar
di sekolahnya, semua keharmonisan kini sirna.
Namaku Albert, kini umurku menginjak
usia 18 tahun. Aku duduk di Sekolah Menengah Pertama. Aku di segani oleh banyak
orang, khususnya di dalam lingkungan sekolah. Mereka mengatakan, jika mereka
takut padaku. Perawakanku memanglah gagah, tinggi besar dengan kulit yang
gelap, benar-benar mampu membuat semua orang menyeganiku. Selain itu, mereka
menyeganiku karena ada darah Batak yang mengalir dalam darahku. Aku bangga
dengan darah Batak yang mengalir dalam darahku ini. Di dalam sekolah, aku
sering membuat onar. Bahkan, dalam sepekan orangtuaku mampu di panggil sebanyak
empat kali oleh guru yang mengajar, karena sikapku yang kurang baik. Aku adalah
perokok, dan itu adalah alasan orangtuaku sering dipanggil oleh pihak sekolah.
Hal kecil memang, karena aku yakin diluar sana pun banyak murid SMA yang sudah
merokok, namun berbeda denganku. Aku tak mampu untuk menahan hasrat dalam hal
menghisap rokok. Di wc, kantin, bahkan didalam kelas aku tak segan untuk
menghisap rokok itu, dan akhirnya membuat orangtuaku di panggil oleh pihak
sekolah. Selain masalah rokok, hal yang benar-benar membuat orangtuaku marah
adalah ketika aku mencuri handphone
milik seorang guru olahraga. Aku yakin, orangtuaku benar-benar malu dengan apa
yang telah aku perbuat. Harga handphone
itu memang tak seberapa karena sebenarnya aku mampu meminta apa saja yang aku
inginkan pada ayahku. Namun, selain karena memang aku ada dalam pengaruh
narkoba, handphone hasil curianku itu
akan aku pakai untuk membeli narkoba itu kembali. Ya, aku adalah pemakai.
Ayahku bernama Thomas, ia adalah seorang
Jendral, aku bangga dengan ayahku karena ia lah, darah Batak mampu menurun
dalam diriku. Ibuku bernama Kamila, ia adalah seorang dokter, walaupun aku
adalah anak yang gagah, anak yang di segani oleh semua orang di sekolahku,
namun aku masih benar-benar menyayangi ibuku ini. Dan kakakku adalah seorang
wanita,ia bernama Nathalia. Nathalia adalah kebanggaan kedua orangtuaku.
Nathalia benar-benar berbeda denganku. Nathalia berusia 19 tahun, dia begitu
pintar. Awalnya, aku bangga memiliki seorang kakak yang begitu pintar seperti
Nathalia, namun aku rasa semakin lama kedua orangtuaku kini bersikap kurang
adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan, khususnya untuk masalah aku dan
Nathalia. Di dalam rumah, terdapat sebuah lemari kaca yang di khususkan untuk
memajang semua prestasi yang telah di raih oleh kakakku, Nathalia. Aku akui, Nathalia
memanglah multitalent, dan Nathalia mampu membuat bangga kedua orangtuaku. Berbagai
bidang mampu dikusai Nathalia, Matematika, Kimia, Bahasa Asing, Seni, bahkan
bidang Olahraga mampu dikuasainya. Benar-benar kontras denganku. Setiap hari
Nathalia selalu membawa kabar yang baik untuk orangtuaku, sedangkan aku, hanya
masalah yang aku dapat berikan pada mereka.
***
Hari ini lagi-lagi aku mendapatkan
sebuah surat panggilan yang sekolah tujukan untuk ayahku. Dan sesuai dugaanku,
isi surat itu lagi-lagi karena aku membuat onar.
“yah surat” aku melempar surat itu di
meja kerja milik ayahku. Tak ada yang berubah dengan raut mukanya, ia tetap
saja fokus dengan pekerjaannya.
“kau membuat onar apalagi ?” akhirnya ia
memberikan komentar, dan berhasil membuatku tersinggung. Aku tak menjawab, aku
berusaha sebisa mungkin menahan emosiku. Namun, ayahku tetap saja memojokanku,
bahkan sekarang ia membanding-bandingkanku dengan Nathalia.
“apa ini saja yang kau mampu perbuat ?
kau lihatlah kakak perempuanmu itu, dia benar-benar mampu membuatku bangga, tak
sepertimu!” suasana mulai memanas, kekesalan ayahku semakin memuncak, ibuku
segera menghampiri aku dan ayahku, begitupun dengan Nathalia.
“aku memang seperti ini, aku bukan
Nathalia!” kini emosiku tak terbendung, aku benci jika orangtuaku telah
membanding-bandingkan aku dengan Nathalia. Dengan gerak cepat, ibukku langsung
menenangkanku. Dekapan ibu benar-benar mampu menenangkanku, emosiku sedikit
demi sedikit mulai mereda. Aku tak benci ayah, namun aku benci ketika ayah
membanding-bandingkanku.
“yah, pergilah ke sekolah Albert,
kasihan dia”
“ah untuk apa bu, ayah sudah bosan
dengan masalah yang di buat anak itu”
“sudahlah yah, kau pergi, toh ini pihak
sekolah yang meminta”
Dengan bujukan ibu, akhirnya ayahku
pergi untuk memenuhi panggilan pihak sekolah. Seluruh murid dan guru sepertinya
sudah benar-benar bosan dengan kedatangan seorang Jendral yang datang ke
sekolah, dan itu adalah ayahku. Sebenarnya aku merasa jika aku sudah membuat
ayahku malu dengan selalu mendapat surat panggilan, namun lagi-lagi aku tetap
membuat masalah. Akhirnya, ayahku tahu dengan apa yang terjadi padaku.
sebenarnya aku berusaha untuk menyembunyikan masalah ini, dan berniat untuk
menyelesaikannya sendiri, namun ternyata pihak sekolah mengetahui apa yang
terjadi, dan akhirnya semua orang tahu, jika aku telah hampir membunuh seorang
murid SMA lain dalam tawuran sepekan yang lalu.
“Plak” tamparan itu tak terasa sakit
sedikitpun, namun mampu mengiris hati. Ini adalah kali kepertama ayahku
menamparku.
“kau benar-benar selalu membuat malu
ayah! Apa kau ingin jadi jagoan ? dasar kau anak tak tahu diri!” ayah
benar-benar marah padaku. aku tak mampu berbuat apa-apa, aku tak membalas, mana
mungkin aku membalas jika di sebelahku ibu tengah memelukku dengan mata
berkaca-kaca. Lebih baik aku sakit, jika aku harus membuat hati ibuku lebih
sakit.
***
“ayah, ibu aku mendapat predikat sebagai
murid paling cerdas di sekolahku” Nathalia memeluk ayah dan ibu.
“apa ? ya Tuhan ibu sangat bangga
padamu” kecupan ibu pada Nathalia benar-benar mampu membuatku merasa iri.
“kau memang anak ayah, ayah sangat
bangga padamu. Kau selalu membuat ayah tersenyum, tak pernah ayah kecewa
padamu” dan, perkataan ayahku benar-benar mampu membuat hatiku, lagi-lagi
seperti teriris.
Kini kami sedang berada di ruang
keluarga. Hatiku sungguh terasa panas, darahku serasa mendidih, ah ! aku iri
pada kakakku. Aku tak memberi ucapan selamat apapun pada Nathalia dengan
predikat yang telah ia terima. Aku tak dapat berlapang dada, walaupun pada
kakakku sendiri.
“Srekk..” pintu kamarku terbuka, dan
yang membuka adalah Nathalia.
“lo belom tidur Al?”
“blom, kenapa ?”
“enggak, lo gak akan ngasih gue selamat
?”
“oh, ya selamat”
“Cuma kayak gitu ? haha, lo pasti irikan
sama apa yang udah gue raih ? aduh sorry ya Al gue gak ada maksud apapun, tapi
jadi anak kebanggaan bokap tuh enak banget loh”
“maksud lo apa ?”
“ya engga sih, hmm cuma lo tuh harus
mikir ya, lo mau jadi apa kalau lo kayak gini terus ? jadi maling ? haha, lo
liat gue deh, gue gak kayak lo Al”
Aku tak tahu apa maksud dari semua
perkataan Nathalia. Namun, aku merasa kini sikap Nathalia benar-benar berubah, dia
sombong. Aku tak menyangka, ayah, kakakk mampu memojokannku seperti ini.
***
Untuk pertama kalinya, aku melihat ayah
dan ibuku terlibat dalam satu konflik yang membuat mereka bertengkar. Dan untuk
pertama kalinya pun, aku menangis dengan apa yang telah terucap dari mulut ibu,
yang sangat aku sayangi itu.
“kita harus bawa Albert pergi keluar
negeri yah”
“untuk apa bu ? apa kau ingin melihat
anakmu semakin belangsak jika ia hidup tanpa pengwasan kita ?”
“aku sudah tak tahan yah dengan apa yang
selalu Albert perbuat!”
“apa aku tak salah dengar ? kau tak
tahan dengan Albert ?”
“iya ayah, aku sudah tak tahan dengan
apa yang selalu di perbuat oleh Albert! Dia selalu membuat onar, aku tak tahu
apa jadinya dia nanti!”
Aku mengusap air mataku. Aku benar-benar
marah, aku benar-benar merasa hidupku sungguh tak berguna. Ayah, kakak, dan
bahkan ibu pun kini sudah mulai memojokanku. Fikiranku sudah tak mampu
terkontrol, aku mabuk, dan lagi-lagi aku mengkonsumsi narkoba. Aku merasa jika
hidupku benar-benar sudah hancur. Namun, di dalam ketidak sadaranku, sebuah bisikan seperti
masuk dalam telingaku dan bahkan sampai pada lubuk hatiku.
“Tak
ada yang mampu mengetahui masa depan. Tak ada yang mampu mengetahui apa yang
akan kau dapat di masa depan. Siapa yang mengatakan kau tak akan sukses ? kau bodoh
jika sekarang kau memprediksi kau tak sukses di masa depan ! tinggalkan hitam
ini untuk putihmu!”
Bisikan itu, sungguh membuatku mampu
menangis. Aku benar-benar membulatkan tekad untuk berubah. Walaupun sakit aku
berusaha untuk meninggalkan narkoba. Aku belajar dengan sungguh-sungguh. Aku ingin
menjadi polisi.
Tahun, ini adalah tahun aku meninggalkan
masa SMAku. Dan ini adalah hari kelulusan. Para guru bergantian memelukkiku,
mereka sungguh terlihat terharu dengan usaha yang aku lakukan untuk perubahan.
Aku lulus, nilaiku memang tak jadi yang terbaik, namun nilai yang aku raih
benar-benar mampu membuat ayah dan ibuku bangga.
“kau hebat! Albert” ayah memelukku denga
erat, bahkan aku mampu melihat air mata haru hampir menetes dari matanya.
“terimakasih ayah” aku lebih memeluk
erat ayahku.
“Al, ibu sayang padamu, dan ibu bangga
padamu” pelukan dan kecupan yang dari dulu selalu aku harapkan kini,
benar-benar nyata mereka berikan padaku.
“Hei Al! selamat ya ! kau mampu
mendengarkan apa yang ayah, ibu, dan gue omongin! Lo hebat Al” kini Nathalia
memelukku. Namun, perkataan Nathalia benar-benar membuatku bingung.
“maksud lo apa Nat?”
Nathalia tak menjawab pertanyaanku, dia
hanya tersenyum, begitupun ayah dan ibuku. Namun akhirnya ayah mengatakan apa
yang sebenarnya aku tak ketahui.
“Al, sebelumnya ayah mau minta maaf
padamu. Sungguh, ayah,ibu, dan kakakmu Nathalia sudah tak tahu harus berbuat
apa untuk membuatmu berubah. Namun, akhirnya ayah memiliki ide, dan akhirnya
ide ini berhasil membuatmu berubah. Sungguh, ayah sangat tak tega dulu memaki
mu dengan membanding-bandingmu dengan kakakmu sampai ayah menamparmu, begitupun
dengan ibu, ibu sama sekali tak ada niat untuk memindahkanmu ke luar negeri,
dan kakakmu, ayah yakin dia tak akan sejahat itu dengan menyombongkan dirinya
padamu. Jadi sebenarnya, kami selama ini hanya berakting Al, namun itupun untuk
kebaikanmu.”
Penjelasan yang diberikan oleh ayah sama
sekali tak menyakiti hati, malah sebaliknya, aku benar-benar terharu dengan
seluruh usaha yang mereka berikan padaku.
“ayah, ibu, Nathali, aku tak akan
mengecewakan kalian” dan akhirnya, aku memeluk keluarga ku itu dengan erat, aku
tak sang hitam memisahkan kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar