Rabu, 20 Maret 2013

selalu ada asap rokok di antara kami (3/3)



“yee kita semua lulus.” Rendi memeluk ku dengan erat, aku hanya dapat tersenyum dengan mata tetap mencari Bara. Kali itu seluruh teman-temanku benar-benar sangat terlihat berbahagia, ada yang menangis terharu, ada yang meminta maaf dan mengucapkan terimakasih pada guru-guru, dan kebanyakan teman-temanku sedang sibuk dengan spidol dan seragam SMA yang untuk terakhir kali dikenakan, begitupun aku, aku sibuk menanda tangani seragam demi seragam mereka, begitupun mereka menanda tangani seragamku. Tapi dari tadi aku  tak melihat Bara, kemana Bara ? aku ingin dia menanda tanganni seragamku, dan sebaliknya aku ingin menanda tangani seragam Bara. Aku mencari Bara hingga ke tempat yang benar-benar aku tak menyangka akan menemui Bara di situ, aku menemui Bara sedang duduk sendiri di gedung belakang sekolah kami, dekat gudang yang tak pernah ada orang yang berani datang. Aku mencoba mendekati Bara yang tengah duduk santai di sebuah bangku, dan aku berhasil lagi dapat berdua dengan Bara, itu adalah kali ke 2 aku dapat berani mendekati Bara dan duduk berdua dengannya, tanpa Rendi, walaupun tetap dengan asap rokok diantara kami. Sebenarnya aku tak terlalu terkejut melihat Bara dengan rokok ditangannya, tapi aku benar-benar heran berani sekali Bara merokok di lingkungan sekolah, namun yasudahlah yang penting aku dapat berdua dengan Bara. Dan ada satu lagi yang membuatku heran, bukankah dia orang yang di idolakan banyak perempuan di sekolah ini, tapi mengapa seragam yang ia kenakan saat ini benar-benar masih sanagat bersih, berbeda dengan seragamku yang telah penuh dengan tanda tangan. “ehh Bar lo mau ga tanda tangan di seragam gue ?” lagi-lagi aku memberanikan diri memulai pembicaraan dengan memberikan satu bouah spidol berwarna merah pada Bara. “gue mesti tanda tangan dimana ? seragam lo udah penuh” ah aku benar-benar begok, harusnya Bara orang yang pertama menandatangi seragam ini. “Bar disini masih ada tempat ko, cukup-cukupin aja ya Bar.” Aku menunjukan bagian dari seragamku yang masih sedikit kosong. Bara menandatangi seragam yang sedang aku kenakan itu, aku benar-benar begitu bahagia. Setelah Bara menandatangi seragamku, aku benar-benar bingung, apakah aku harus pergi tanpa menandatangani seragam Bara yang masih begitu bersih?  Tapi aku sangat ingin menanda tangani seragam Bara, aduh apakah aku sebegitu tak tahu diri untuk mencoret seragamnya, yang jelas-jelas tak ada yang berani mengotori seragamnya? Aku benar-benar bingung, namun Bara benar-benar membuatku terkejut. “lo mau kemana ? lo gak akan tanda tangan di seragam gue ?” itu adalah perkataan Bara yang mampu membuat aku benar-benar merasa seperti wanita sempurna, entahlah aku pun tak tahu mengapa aku merasa seperti itu. “emang boleh Bar ? sayang loh itu baju lo bener-bener bersih, ga ada coretan sedikit pun.” Aku benar-benar munafik dengan perkataan yang keluar dari mulutku itu,aku sebenarnya sangat ingin menandatangani seragam Bara. Bara tak membalas apa yang aku katakan tadi, tanpa basa-basi dia memberikan spidol merah itu padaku, aku yakin itu adalah tanda untuk aku, agar menanda tangi seragamnya. Bara membalikan badan, dia memberikan tempat yang begitu indah, yang begitu bersih, yang begitu rapi untuk aku menandatangani seragamnya, sangat berbeda jauh dengan apa yang aku berikan pada Bara. Aku telah berhasil mendapat tanda tangan dari seorang Bara, dan aku telah berhasil menandatangi seragam Bara bahkan untuk orang yang paling pertama. Sebenarnya ada satu lagi yang membuat aku benar-benar ingat , ketika aku akan meninggalkan Bara dan rokoknya pada saat itu, Bara berteriak “gue selalu menyediakan tempat yang baik buat lo.” itu benar-benar sangat jelas terdengar oleh telingaku. Namun itu adalah kedekatan terakhir kami, sebelum akhirnya dia meninggalkan aku dan Bandung untuk melanjutkan sekolahnya di luar kota.
***
Aku tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian 6 tahun yang lalu itu, aku jadi membayang sosok Bara sekarang. Apa dia telah menikah ?
Aku telah memilih pakaian yang aku rasa telah sesuai, begitupun tatanan rambut yang aku biarkan terurai, aku merasa telah siap untuk menyambut kenangan. Aku mendapat kabar dari Rendi jika teman-teman yang lain telah datang, sepertinya gara-gara aku terlalu asyik mengenang masa SMA ku dulu aku jadi terlambat untuk acara ini. Akhirnya aku sampai di sebuah kafe, di salah satu pusat perbelanjaan. Ketika aku mulai memasuki kafe itu, terlihat telah begitu banyak orang yang datang, dan aku melihat seseorang melambaikan tangannya mengarah padaku, oh itu adalah sahabatku Rendi. Aku jadi ingat. aku dan Rendi menjadi sahabat karna Bara. Aku membalas lambaian tangan Rendi, namun sebelum aku mendekati Rendi jantungku benar-benar seperti terhenti, aku melihat sosok Bara, namun seperti biasa mata kami tak pernah bertemu sama sejak kami SMA dahulu, mataku hanya berani menatap mata Bara ketika Bara sedang tak menatapku.
Aku bingung mengapa perasaan ini masih begitu melekat untuk Bara ? mengapa perasaan dingin ini masih dapat membuat tubuhku mengigil ketika aku melihat Bara dari kejauhan ? dan mengapa ketika aku berdekatan dengan Bara seperti ini aku merasa seperti terbakar oleh beribu bara api? apakah aku masih begitu tertarik dengan sosok Bara ?
Ini adalah kali ke3 aku duduk berdekatan dengan Bara dan asap rokoknya. Ya, ketika aku mendekati Rendi, ternyata semua kursi telah terisi penuh. Namun Bara, Bara menyuruhku untuk duduk di sebelahnya,dan benar , ternyata ada satu kursi yang masih tersisa, kursi yang mungkin sengaja Bara siapkan untukku, kursi yang menurutku begitu indah, begitu rapi, dan begitu bersih untukku. Sama, sama seperti ketika aku menandatangi seragamnya 6 tahun yang lalu.
Ternyata Bara masih seperti dulu,
Ternyata aku masih seperti dulu,
Ternyata masih ada asap rokok di antara kami,
Dan ternyata Bara belum menikah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar