Kamis, 16 Mei 2013

Sang Hitam untuk Sang Putih



Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara, ya, aku adalah anak bungsu. Keadaan ekonomi keluargaku lumayan berada. Cara pandang hidup orangtuaku dapat dikatakan sesuai dengan alam masa kini. Walaupun kadang kala mereka bersikap kurang bijaksana dan adil dalam mengambil keputusan. Sebenarnya, dalam keluargaku cukup terjalin komunikasi yang baik, namun setelah kejadian kakakku mendapatkan predikat sebagai murid paling pintar di sekolahnya, semua keharmonisan kini sirna.
Namaku Albert, kini umurku menginjak usia 18 tahun. Aku duduk di Sekolah Menengah Pertama. Aku di segani oleh banyak orang, khususnya di dalam lingkungan sekolah. Mereka mengatakan, jika mereka takut padaku. Perawakanku memanglah gagah, tinggi besar dengan kulit yang gelap, benar-benar mampu membuat semua orang menyeganiku. Selain itu, mereka menyeganiku karena ada darah Batak yang mengalir dalam darahku. Aku bangga dengan darah Batak yang mengalir dalam darahku ini. Di dalam sekolah, aku sering membuat onar. Bahkan, dalam sepekan orangtuaku mampu di panggil sebanyak empat kali oleh guru yang mengajar, karena sikapku yang kurang baik. Aku adalah perokok, dan itu adalah alasan orangtuaku sering dipanggil oleh pihak sekolah. Hal kecil memang, karena aku yakin diluar sana pun banyak murid SMA yang sudah merokok, namun berbeda denganku. Aku tak mampu untuk menahan hasrat dalam hal menghisap rokok. Di wc, kantin, bahkan didalam kelas aku tak segan untuk menghisap rokok itu, dan akhirnya membuat orangtuaku di panggil oleh pihak sekolah. Selain masalah rokok, hal yang benar-benar membuat orangtuaku marah adalah ketika aku mencuri handphone milik seorang guru olahraga. Aku yakin, orangtuaku benar-benar malu dengan apa yang telah aku perbuat. Harga handphone itu memang tak seberapa karena sebenarnya aku mampu meminta apa saja yang aku inginkan pada ayahku. Namun, selain karena memang aku ada dalam pengaruh narkoba, handphone hasil curianku itu akan aku pakai untuk membeli narkoba itu kembali. Ya, aku adalah pemakai.
Ayahku bernama Thomas, ia adalah seorang Jendral, aku bangga dengan ayahku karena ia lah, darah Batak mampu menurun dalam diriku. Ibuku bernama Kamila, ia adalah seorang dokter, walaupun aku adalah anak yang gagah, anak yang di segani oleh semua orang di sekolahku, namun aku masih benar-benar menyayangi ibuku ini. Dan kakakku adalah seorang wanita,ia bernama Nathalia. Nathalia adalah kebanggaan kedua orangtuaku. Nathalia benar-benar berbeda denganku. Nathalia berusia 19 tahun, dia begitu pintar. Awalnya, aku bangga memiliki seorang kakak yang begitu pintar seperti Nathalia, namun aku rasa semakin lama kedua orangtuaku kini bersikap kurang adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan, khususnya untuk masalah aku dan Nathalia. Di dalam rumah, terdapat sebuah lemari kaca yang di khususkan untuk memajang semua prestasi yang telah di raih oleh kakakku, Nathalia. Aku akui, Nathalia memanglah multitalent, dan Nathalia mampu membuat bangga kedua orangtuaku. Berbagai bidang mampu dikusai Nathalia, Matematika, Kimia, Bahasa Asing, Seni, bahkan bidang Olahraga mampu dikuasainya. Benar-benar kontras denganku. Setiap hari Nathalia selalu membawa kabar yang baik untuk orangtuaku, sedangkan aku, hanya masalah yang aku dapat berikan pada mereka.
***
Hari ini lagi-lagi aku mendapatkan sebuah surat panggilan yang sekolah tujukan untuk ayahku. Dan sesuai dugaanku, isi surat itu lagi-lagi karena aku membuat onar.
“yah surat” aku melempar surat itu di meja kerja milik ayahku. Tak ada yang berubah dengan raut mukanya, ia tetap saja fokus dengan pekerjaannya.
“kau membuat onar apalagi ?” akhirnya ia memberikan komentar, dan berhasil membuatku tersinggung. Aku tak menjawab, aku berusaha sebisa mungkin menahan emosiku. Namun, ayahku tetap saja memojokanku, bahkan sekarang ia membanding-bandingkanku dengan Nathalia.
“apa ini saja yang kau mampu perbuat ? kau lihatlah kakak perempuanmu itu, dia benar-benar mampu membuatku bangga, tak sepertimu!” suasana mulai memanas, kekesalan ayahku semakin memuncak, ibuku segera menghampiri aku dan ayahku, begitupun dengan Nathalia.
“aku memang seperti ini, aku bukan Nathalia!” kini emosiku tak terbendung, aku benci jika orangtuaku telah membanding-bandingkan aku dengan Nathalia. Dengan gerak cepat, ibukku langsung menenangkanku. Dekapan ibu benar-benar mampu menenangkanku, emosiku sedikit demi sedikit mulai mereda. Aku tak benci ayah, namun aku benci ketika ayah membanding-bandingkanku.
“yah, pergilah ke sekolah Albert, kasihan dia”
“ah untuk apa bu, ayah sudah bosan dengan masalah yang di buat anak itu”
“sudahlah yah, kau pergi, toh ini pihak sekolah yang meminta”
Dengan bujukan ibu, akhirnya ayahku pergi untuk memenuhi panggilan pihak sekolah. Seluruh murid dan guru sepertinya sudah benar-benar bosan dengan kedatangan seorang Jendral yang datang ke sekolah, dan itu adalah ayahku. Sebenarnya aku merasa jika aku sudah membuat ayahku malu dengan selalu mendapat surat panggilan, namun lagi-lagi aku tetap membuat masalah. Akhirnya, ayahku tahu dengan apa yang terjadi padaku. sebenarnya aku berusaha untuk menyembunyikan masalah ini, dan berniat untuk menyelesaikannya sendiri, namun ternyata pihak sekolah mengetahui apa yang terjadi, dan akhirnya semua orang tahu, jika aku telah hampir membunuh seorang murid SMA lain dalam tawuran sepekan yang lalu.
 “Plak” tamparan itu tak terasa sakit sedikitpun, namun mampu mengiris hati. Ini adalah kali kepertama ayahku menamparku.
“kau benar-benar selalu membuat malu ayah! Apa kau ingin jadi jagoan ? dasar kau anak tak tahu diri!” ayah benar-benar marah padaku. aku tak mampu berbuat apa-apa, aku tak membalas, mana mungkin aku membalas jika di sebelahku ibu tengah memelukku dengan mata berkaca-kaca. Lebih baik aku sakit, jika aku harus membuat hati ibuku lebih sakit.
***
“ayah, ibu aku mendapat predikat sebagai murid paling cerdas di sekolahku” Nathalia memeluk ayah dan ibu.
“apa ? ya Tuhan ibu sangat bangga padamu” kecupan ibu pada Nathalia benar-benar mampu membuatku merasa iri.
“kau memang anak ayah, ayah sangat bangga padamu. Kau selalu membuat ayah tersenyum, tak pernah ayah kecewa padamu” dan, perkataan ayahku benar-benar mampu membuat hatiku, lagi-lagi seperti teriris.
Kini kami sedang berada di ruang keluarga. Hatiku sungguh terasa panas, darahku serasa mendidih, ah ! aku iri pada kakakku. Aku tak memberi ucapan selamat apapun pada Nathalia dengan predikat yang telah ia terima. Aku tak dapat berlapang dada, walaupun pada kakakku sendiri.
“Srekk..” pintu kamarku terbuka, dan yang membuka adalah Nathalia.
“lo belom tidur Al?”
“blom, kenapa ?”
“enggak, lo gak akan ngasih gue selamat ?”
“oh, ya selamat”
“Cuma kayak gitu ? haha, lo pasti irikan sama apa yang udah gue raih ? aduh sorry ya Al gue gak ada maksud apapun, tapi jadi anak kebanggaan bokap tuh enak banget loh”
“maksud lo apa ?”
“ya engga sih, hmm cuma lo tuh harus mikir ya, lo mau jadi apa kalau lo kayak gini terus ? jadi maling ? haha, lo liat gue deh, gue gak kayak lo Al”
Aku tak tahu apa maksud dari semua perkataan Nathalia. Namun, aku merasa kini sikap Nathalia benar-benar berubah, dia sombong. Aku tak menyangka, ayah, kakakk mampu memojokannku seperti ini.
***
Untuk pertama kalinya, aku melihat ayah dan ibuku terlibat dalam satu konflik yang membuat mereka bertengkar. Dan untuk pertama kalinya pun, aku menangis dengan apa yang telah terucap dari mulut ibu, yang sangat aku sayangi itu.
“kita harus bawa Albert pergi keluar negeri yah”
“untuk apa bu ? apa kau ingin melihat anakmu semakin belangsak jika ia hidup tanpa pengwasan kita ?”
“aku sudah tak tahan yah dengan apa yang selalu Albert perbuat!”
“apa aku tak salah dengar ? kau tak tahan dengan Albert ?”
“iya ayah, aku sudah tak tahan dengan apa yang selalu di perbuat oleh Albert! Dia selalu membuat onar, aku tak tahu apa jadinya dia nanti!”
Aku mengusap air mataku. Aku benar-benar marah, aku benar-benar merasa hidupku sungguh tak berguna. Ayah, kakak, dan bahkan ibu pun kini sudah mulai memojokanku. Fikiranku sudah tak mampu terkontrol, aku mabuk, dan lagi-lagi aku mengkonsumsi narkoba. Aku merasa jika hidupku benar-benar sudah hancur. Namun, di dalam  ketidak sadaranku, sebuah bisikan seperti masuk dalam telingaku dan bahkan sampai pada lubuk hatiku.

“Tak ada yang mampu mengetahui masa depan. Tak ada yang mampu mengetahui apa yang akan kau dapat di masa depan. Siapa yang mengatakan kau tak akan sukses ? kau bodoh jika sekarang kau memprediksi kau tak sukses di masa depan ! tinggalkan hitam ini untuk putihmu!”

Bisikan itu, sungguh membuatku mampu menangis. Aku benar-benar membulatkan tekad untuk berubah. Walaupun sakit aku berusaha untuk meninggalkan narkoba. Aku belajar dengan sungguh-sungguh. Aku ingin menjadi polisi.
Tahun, ini adalah tahun aku meninggalkan masa SMAku. Dan ini adalah hari kelulusan. Para guru bergantian memelukkiku, mereka sungguh terlihat terharu dengan usaha yang aku lakukan untuk perubahan. Aku lulus, nilaiku memang tak jadi yang terbaik, namun nilai yang aku raih benar-benar mampu membuat ayah dan ibuku bangga.
“kau hebat! Albert” ayah memelukku denga erat, bahkan aku mampu melihat air mata haru hampir menetes dari matanya.
“terimakasih ayah” aku lebih memeluk erat ayahku.
“Al, ibu sayang padamu, dan ibu bangga padamu” pelukan dan kecupan yang dari dulu selalu aku harapkan kini, benar-benar nyata mereka berikan padaku.
“Hei Al! selamat ya ! kau mampu mendengarkan apa yang ayah, ibu, dan gue omongin! Lo hebat Al” kini Nathalia memelukku. Namun, perkataan Nathalia benar-benar membuatku bingung.
“maksud lo apa Nat?”
Nathalia tak menjawab pertanyaanku, dia hanya tersenyum, begitupun ayah dan ibuku. Namun akhirnya ayah mengatakan apa yang sebenarnya aku tak ketahui.
“Al, sebelumnya ayah mau minta maaf padamu. Sungguh, ayah,ibu, dan kakakmu Nathalia sudah tak tahu harus berbuat apa untuk membuatmu berubah. Namun, akhirnya ayah memiliki ide, dan akhirnya ide ini berhasil membuatmu berubah. Sungguh, ayah sangat tak tega dulu memaki mu dengan membanding-bandingmu dengan kakakmu sampai ayah menamparmu, begitupun dengan ibu, ibu sama sekali tak ada niat untuk memindahkanmu ke luar negeri, dan kakakmu, ayah yakin dia tak akan sejahat itu dengan menyombongkan dirinya padamu. Jadi sebenarnya, kami selama ini hanya berakting Al, namun itupun untuk kebaikanmu.”
Penjelasan yang diberikan oleh ayah sama sekali tak menyakiti hati, malah sebaliknya, aku benar-benar terharu dengan seluruh usaha yang mereka berikan padaku.
“ayah, ibu, Nathali, aku tak akan mengecewakan kalian” dan akhirnya, aku memeluk keluarga ku itu dengan erat, aku tak sang hitam memisahkan kami.

Senin, 13 Mei 2013

Gadis Renta



Tak terasa, ternyata sudah satu pekan aku berbaring di tempat tidur ini. Kaku, sakit, ngilu. Ya Tuhan apa sebenarnya yang terjadi padaku ? apa ini pertanda ? tapi kapan waktunya ? cepat jemput aku, aku sudah tak tahan.
Tak ada yang mampu aku perbuat. Selama sepekan ini, aku tak mandi, aku tak makan, aku tak minum, dan aku tak melakukan aktivitas apapun. Tubuhku begitu kaku, dan terasa ngilu jika dipaksa untukku gerakan. Bahkan untuk membuang air kecilpun aku sama sekali tak ragu untuk membuangnya di tempat tidur ini. Menjijikan memang, namun apa lagi yang mesti aku lakukan. Tak sadar, aku meneteskan air mata, Ya Tuhan, umurku sudah sangat tak muda, 96 tahun aku rasa itu telah cukup untuk aku dapat pergi dari sini. Aku tak kuat, aku sudah sangat lelah. Rambutku yang putih semakin hari semakin tipis karena rontok, mataku yang sudah tak bercahaya benar-benar membuatku lelah untuk menatap hari-hari yang aku jalani, gigi yang ompong benar-benar sudah terasa ngilu jika aku pakai untuk mengunyah, kerutan pada kulitku, semakin lama benar-benar semakin menyerupai gulungan benang, tubuhku yang semakin terlihat peot dan bungkuk, benar-benar sangat membuatku lemas untuk menjalani hari demi hari. Namun itu bukanlah penyebab utama mengapa aku ingin cepat untuk meninggalkan dunia, karena penyakit hatilah yang sebenarnya menjadi penyebebab utama aku ingin segera pergi dari dunia yang dulu indah ini.
Aku hidup seorang diri. Aku tak memiliki siapapun. Aku tak memiliki suami, aku tak memiliki anak, dan aku tak mungkin untuk memiliki cucu, karena aku tak menikah. Aku masih benar-benar perawan di usiaku yang sudah tak muda ini. Aku memiliki tetangga, bahkan banyak tetangga, namun aku tak memiliki tetangga yang benar-benar baik dan ikhlas padaku. Entahlah, aku sama sekali tak tahu apa yang menyebabkan tetanggaku bersikap begitu buruk pada seorang nenek tua sepertiku. Namun, aku sempat mendengar bahwa mereka tak menyukaiku karena sikapku ketika aku masih muda. Air mataku semakin tak mampu untuk aku bendung, aku menangis dalam kesakitan yang aku rasa. Ya Tuhan, hatiku benar-benar teriris, aku tak menyangka ternyata penyebab mereka terlihat begitu benci padaku adalah karena sikapku dulu. Ya Tuhan, aku tak tahu dengan apa yang harus aku perbuat, aku ingin mereka tahu jika aku telah berubah, aku telah benar-benar menyadari kesalahan yang aku perbuat semasa aku muda dulu. Aku tak menyalahkan mereka, karena aku sangat menyadari sifat dan juga sikapku dulu benar-benar buruk, namun jujur aku benar-benar telah merasakan penderitaan yang mungkin ini adalah balasan dari Tuhan untukku.
***
Aku benar-benar merasa beruntung karena aku dapat terlahir di kota ini. Kota yang besar, kota yang ramai, kota yang panas, dan kota yang bebas. Bagiku tak ada yang paling membahagiakan selain kebebasan. Aku sangat benci peraturan, aku benci kekangan, dan bagiku sebuah larangan tercipta itu adalah untuk dilanggar.
Namaku Feronika, kini umurku menginjak 19 tahun. Aku adalah anak tunggal. Aku terlahir di keluarga yang menurutku membingungkan. Soal agama misalnya, sampai dengan saat ini usiaku 19 tahun aku masih benar-benar bingung dengan agama apa yang sebenarnya aku pegang. Namun, semua ini tak akan mungkin terjadi jika orangtua ku tak membuatku bingung seperti ini. Ayahku, ia mengatakan jika ia adalah pemeluk agama islam, namun aku sama sekali tak pernah melihat ayahku untuk solat, puasa, dan mungkin ayah hanya solat satu tahun sekali itupun karena solat idul fitri. Ibuku, ia mengatakan jika ia adalah pemeluk agama kristen, aku tak tahu pasti ibuku dengan agama yang ia peluk itu, karena sama seperti cerita ayah, aku sama sekali tak pernah melihat ibu untuk pergi beribadah, seperti pergi ke greja, ataupun yang lainnya. Banya orang, yang mengusulkanku untuk ikut dengan ayah untuk memeluk agama islam, namun tak sedikit pula yang menyuruhku untuk ikut ibu agar  memeluk agama kristen. Aku benar-benar sangat bingung untuk masalah agama, namun, menurutku aku masih begitu muda untuk mengurusi persoalan agama, karena aku takut jika aku sama seperti ayah atau ibukku, yang memiliki agama namun tak sepenuhnya menjalankan apa yang di perintahkan oleh agama yang mereka peluk masing-masing. Aku masih ingin bebas menikmati masa mudaku tanpa harus merasa takut akan dosa.
Di dalam rumah, aku sama sekali tak merasakan kehangatan. Ayah dan ibuku adalah orang tua yang begitu sibuk. Jarang untuk kami bersama. Ayah selalu berada di luar kota. Ibu, ia pulang ketika aku sudah tertidur, dan pergi sebelum aku terbangun. Namun, bagiku inilah yang terbaik, karena jikapun kami memiliki waktu untuk bersama, waktu itu pasti hanya akan di penuhi dengan pertengkaran antara ibu dan ayahku. Aku merasa aku tak memiliki orang tua, karena aku tak mendapatkan kasih sayang, namun sepertinya aku tak butuh kasih sayang, karena yang aku butuhkan hanyalah uang mereka, untuk menunjang pergaulanku.
Aku tak perduli dengan apa yang dikatan orang yang ada di sekelilingku. Bagiku kehidupanku adalah yang terbaik, apalagi pergaulanku, bagiku masa muda memang harus seperti ini, bebas, lepas, tak ada aturan. Aku memiliki banyak sekali teman, laki-laki dan perempuan, bagiku tak ada bedanya. Dari sekian banyak teman, aku memiliki 8 orang teman yang telah aku anggap sebagai sahabat. Mereka yang selalu ada untukku ketika suka ataupun duka. Merekalah yang selalu menjadi keluargaku. Tak ada satu rahasiapun yang mereka tak ketahui. Kami selalu bersama, karena kami memiliki pemikiran yang sejalan. Kami merasa, kebebasan adalah segalanya. Kami sama-sama tak menyukai aturan, dan kami sama-sama sepakat jika larangan tercipta adalah untuk dilanggar.
Elisa, Angie, Jeje, Viki, Lala, Jacob, Bento, dan Antonio, mereka lah sahabatku. Sahabat yang sejalan denganku.
***
Malam ini fikiranku benar-benar sedang sangat kacau. Ayah dan ibuku, lagi-lagi mereka bertengkar. Dan kali ini kesalahan ada di pihak ibuku. Ayah mengaku telah melihat ibu dengan seorang laki-laki muda di sebuah pusat perbelanjaan, dan yang membuatku kacau, ibuku sama sekali tak mengelak, ia mengakui bahwa laki-laki muda itu memanglah kekasihnya. Ayahku terlihat begitu marah. Namun, menurutku tak ada yang benar, begitupun dengan ayah. Karena sebelumnya, akupun sempat menangkap basah ayahku sedang pergi dengan teman wanita kantornya.
“malam ini gue mau keluar”
“oke, sini aja, gue lagi di rumah Jeje, tar gue hubungi yang lain”
“oke, gue berangkat sekarang”
Tutt…
Ketika fikiranku kacau, tak ada yang mampu aku lakukan, selain berkumpul dengan mereka. Mereka benar-benar selalu menjadi dinding untukku bersandar. Merekalah sahabat sejati.
Malam ini aku habiskan waktu dengan mereka. Angin malam, asap rokok, canda tawa, dan segala aroma kebebasan merasuk dalam diri dan jiwa kami. Aku tak ingin suasana seperti ini kacau hanya dengan aku membahas masalah orang tuaku. Tak ingin. Semua sahabatku, tahu dengan segala masalah antara aku dan kedua orangtuaku, namun mereka sepertinya tak terlalu mampu memberikanku nasihat yang berarti untukku, karena merekapun memiliki nasib keluarga yang membingungkan, sama sepertiku.
Aku melihat jam di handphoneku, pukul 2 pagi. Dengan tak sadar diri aku mengetuk pintu dengan keras, dan berteriak “bukaaaaa”, awalnya memang tak ada yang membukakan pintu, namun, setelah aku menunggu hampir satu jam, akhirnya pembantu di rumahku mendengar teriakanku dan membukakan pintu untukku. Ini adalah kali empat aku pulang larut malam dan berteriak keras seperti itu. Aku sudah mampu menebak, setelah kejadian malam ini, pasti seluruh tetangga menjadikan semua ini bahan untuk mereka bergosip. Aku sama sekali tak masalah, aku sudah benar-benar tak perduli dengan semua sindiran yang di berikan tetangga pada keluargaku dan khususnya padaku. Begitupun dengan orangtuaku, mereka sempat mengajarkanku agar aku tidak pernah mendengarkan apa yang tetangga katakan. Keluargaku memang tak menjalin hubungan yang harmonis dengan tetangga, karena mereka fikir, untuk apa kita mesti bersikap baik pada mereka, karena itu semua tak ada manfaatnya. Dan, akupun merasa perkataan orangtuaku itu sangatlah benar. Para tetanggaku benar-benar selalu ikut campur dalam setiap urusanku. Mereka selalu berusaha untuk menasihatiku agar aku mampu menjadi lebih baik, padahal aku tahu mereka tak lebih baik dari padaku. Mereka selalu tak suka jika aku harus pulang larut malam, mereka selalu menjadikanku bahan gunjingan yang tak baik, dan mereka selalu membuatku kesal. Aku tak suka dengan tetangga. Aku sempat beberapa kali dengan sengaja membuat mereka sakit hati akan sikap dan perkataanku. Dan itu adalah pada Dimas.
***
Dimas adalah anak dari salah satu tetanggaku yang sempat membuatku benar-benar kesal. Dimas seumuran denganku. Dan dia mengatakan jika dia mencintaiku. Tuhan memang telah mentakdirkan aku menjadi wanita yang begitu cantik, sehingga banyak sekali laki-laki yang ingin menjadi kekasihku. Aku memiliki banyak kekasih. Dan yang mampu membuatku heran semua kekasihku sama sekali tak pernah marah walaupun mereka tahu aku memiliki banyak kekasih. Begitupun pada Dimas. Dimas adalah laki-laki yang menurutku sangatlah baik, dia benar-benar soleh, dan dia tumbuh dikeluarga yang mampu. Namun, dia sama sekali tak memenuhi kreteria jika dia ingin menjadi kekasihku. Awalnya aku benar-benar menerima Dimas dengan begitu baik, dan seolah-olah aku memberikan harapan yang besar untuknya. Namun, sesungguhnya aku hanya menjadikan Dimas sebagai alat untuk membalas dendamku pada orangtuanya yang telah membuatku sakit hati. Aku sempat mendengar jika kedua orangtua Dimas benar-benar tak setuju jika Dimas menjalin hubungan denganku, namun itu benar-benar semakin membuatku lebih bersemangat untuk menjadikan Dimas alat sebagai balas dendam.
Hari ini, aku mengajak Dimas untuk pergi ke tempat yang sering aku kunjungi dengan para sahabatku. Dan sesuai dengan apa yang aku bayangkan, Dimas benar-benar terkejut karena aku mengajaknya masuk ke dunia malam dan membawanya masuk ke sebuah kafe. Kami memang tak melakukan apapun, bahkan aku memberinya minuman yang tak beralkohol, namun aku membawanya pulang benar-benar larut malam, dan sesuai harapanku, kedua orangtua Dimas begitu terlihat marah.
“kau sudah dari mana Dimas?” itu adalah ayah Dimas. Aku yakin ini adalah kali pertama Dimas di bentak oleh ayahnya. Aku tak mengatakan apapun ketika Dimas dan aku di sidang di dalam rumah Dimas, begitupun dengan Dimas, ia benar-benar terlihat begitu ketakutan. Menurutku ini benar-benar berlebihan, hanya karena pulang larut malam, dan masuk kafe saja mesti di sidang seperti ini.
“jawab, kau sudah bawa kemana anakku, gadis liar ?” kini adalah giliranku yang menerima pertanyaan, dari ayah Dimas. Aku tak lantas menjawab dan hanya menahan emosi, walaupun pertanyaan yang di berikan ayah Dimas benar-benar membuatku kesal.
“mengapa ? mengapa kau tak membalas ? aku tak salahkan jika aku mengatakan kau adalah gadis liar ? gadis liar yang tak terurus ! kemana tanggung jawab orang tuamu ? setiap hari kau pulang larut, keluar masuk kafe, kau dan orang tua kau sama-sama buruk!” ayah Dimas, benar-benar terlihat begitu membenci keluargaku. “ kau bilang aku gadis liar ? lalu apa anakmu ? laki-laki liar ? apa kau tak mampu melihat aku tak pulang larut seorang diri, aku tak masuk dan keluar kafe seorang diri, aku bersama anakmu! Dan jika orang tuaku buruk, tak mengurusku, karena membiarkan aku seperti ini, lalu kau sendiri apa ?” Emosiku benar-benar sudah tak terbendung, dan akhirnya beberapa kalimat yang keluar dari mulutku benar-benar membuatku puas untuk membalas dendam.
***
Kini umurku sudah 35 tahun. Semua sahabatku telah menikah, kecuali aku. Aku tak memiliki siapapun, orangtuaku sudah tak ada, sahabat yang dulu selalu menemaniku kini sudah tak tahu berada dimana. Setiap hari aku hanya berfoya-foya menghabiskan seluruh kekayaan yang ditinggalkan orangtuaku. Saat ini aku sedang patah hati, aku baru saja mendapat kabar jika kekasihku Doni, akan menikah. Aku benar-benar frustasi. Baru kali ini aku merasa dikhianati, padahal Doni adalah laki-laki yang sangat aku cintai. Setiap malam, aku pergi untuk menenangkan diri. Aku mengunjuni kafe yang dulu selalu aku dan para sahabatku kunjungi. Hingga akhirnya aku berhasil berkenalan dengan seorang pria yang menurutku sesuai dengan kreteriaku. Kami berkenalan, pria itu bernama Lukman, ia seumuran denganku. Semakin lama, hubungan kami semakin dekat. Dan akhirnya, ia mengatakan jika ia mencintaiku. Aku menjalin hubungan kasih dengannya selama 2 tahun. Namun, aku merasa hubungan kami benar-benar tak sehat. Ia selalu meminta uangku. Dan akhirnya aku tahu, jika Lukman selama ini hanyalah memanfaatkanku. Ia tak mencintaiku, namun ia hanya mencintai hartaku. Harta yang ditinggalkan kedua orangtuaku semakin lama semakin berkurang, dan akhirnya habis tak menyisakan sepeserpun, dan habisnya seluruh hartaku membuat Lukman meninggalkan aku. Aku benar-benar tak mengerti, apa sebenarnya yang membuatku nasibku sepedih ini. padahal dahalu aku adalah gadis cantik yang benar-benar di inginkan semua pria. Semua pria mampu bertekuk lutut, bahkan mereka mampu dengan ikhlas mencintaiku, walaupun aku banyak memiliki kekasih. Kini aku masuk umur 45 tahun, nasibku benar-benar mengkhawatirkan. Aku masih sendiri dan aku miskin. Setiap hari aku hanya, bekerja sebagai tukang cuci piring di kafe yang dulu selalu aku kunjungi. Dunia benar-benar berputar. Hingga akhirnya, aku bertemu dengan seorang priya berumur 56 tahun. Dia bernama Danu. Dia adalah seorang pengusaha. Aku benar-benar jatuh cinta padanya, dan dia pun mencintaiku. Akhirnya kami menjalin hubungan. Kami sama-sama mengetahui jika hubungan kami adalah hubungan yang kotor. Karena Danu masih memiliki seorang istri, dan dua orang anak. Namun, aku tak perduli dengan keadaan, yang aku tahu Danu mencintaiku, dan aku mencintai Danu. Kini kehidupanku sedikit demi sedikit berubah menjadi lebih baik. Aku tak perlu lagi bekerja sebagai tukang cuci piring di kafe itu. Danu telah menganggapku sebagai wanita yang dicintainya bahkan lebih dari istrinya. Sebenarnya aku mampu membayangkan apa yang di rasakan oleh istri Danu yang terkhianati. Namun, aku tak kuasa jika aku harus melepaskan cinta Danu.
“aku ingin mengajakmu pergi Fero”
“pergi ? kemana ?”
“besok malam, kita berangkat ke Singapura”
“kamu serius Dan ?”
“aku serius, tapi semua ini jangan sampai terdengar istriku”
Aku benar-benar sangat senang dengan ajak Danu. Aku harap disana Danu akan menjadikanku wanita yang benar-benar mampu menggantikan posisi istrinya itu.
***
“Danu, terimakasih” aku memeluknya dengan erat. Danu mengecup keningku. Taman yang begitu indah semakin menghiasi pesona cinta kami. Di tengan dinginnya malam, di tengah hangatnya pelukankan, kami sama-sama di kejutkan dengan kedatangan seorang wanita cantik yang terlihat begitu solehah dengan jilbab yang menutup auratnya datang menghampiri kami. Dengan terkejut Danu melepaskan pelukannya, dan menemui istrinya. Aku tak sempat bertatap muka dengan istri Danu, karena ketika aku akan menghampiri mereka yang sedang terlihat larut dalam percekcokkan, Danu seperti mengisyaratkan agar aku tak mendekati mereka. Aku diam di bangku taman, hingga akhirnya langkah mereka meninggalkanku, tatapan penyesalan Danu benar-benar terpancar dengan sorot lampu taman. Aku menangis. Aku menangis dalam penghianatan.
***
Air mataku, semakin tak mampu terbendung. Masa lalu benar-benar mampu membuatku semakin merasa berdosa.
“Tuhan, maafkan aku atas segala dosaku di kala ku muda. Keluarga, tetangga, ya Tuhan, maafkan aku. Aku menyesal. Aku merasa, karma telah hadir dalam hidupku. Aku tak menyangka seorang gadis cantik yang menjadi primadona, kini ia di juluki sebagai gadis renta. Aku tak menikah, aku tak memiliki siapapun di akhir hidupku. Tuhan, maafkan aku, karena aku tak dari dulu memeluk dan memujamu, aku malah memeluk dan memuja kebebasan. Tuhan, maafkan aku, aku yakin kau maha pengampun, karena itu aku memohon agar kau mau mencabut nyawaku sekarng juga.” Kaki ku yang kaku, kini bertambah terasa sakit dan ngilu, suhu tubuhku menjadi dingin. Dari telapak kaki, menjulur naik ke tubuhku paling atas, dan ketika sampai tepat di jangtungku. Astagfirullah, aku berteriak, benar-benar sakit. Sakit ini lebih sakit dari pada sakit yang pernah aku alama selama hidup dunia. Mataku buram, dan akhirnya gelap.
Tuhan, inikah waktunya ? aku harap ini benar waktunya.

Selasa, 07 Mei 2013

Pelangi Yang Kelabu



Tak seperti hari-hari sebelumnya, hari ini aku bangun lebih pagi daripada suami dan juga anak-anakku. Aku menyiapkan sarapan mereka, aku membereskan seisi rumah, aku benar-benar baru merasa seperti ibu rumah tangga kembali. Dua pembantu telah suamiku pecat. Tak ada orang lain di dalam rumah ini, kini hanya ada suamiku, aku, dan kedua anakku. Aku memberikan senyuman termanis pada ketiga orang yang saat ini benar-benar sedang lahap memakan sarapan yang telah aku buat. Mereka benar-benar mampu menghargai apa yang telah aku perbuat. Mereka benar-benar menyayangiku. Mereka benar-benar selalu berusaha membuatku bahagia. Mereka benar-benar mampu menghormati satu-satunya wanita yang ada di rumah ini. Aku tak mungkin menyia-nyiakan kasih sayang mereka. Aku tak mungkin menyia-nyiakan kasih sayang mereka demi masa lalu. Tak mungkin.
Tiga kecupan yang mendarat di pipiku benar-benar membuat seluruh tubuhku hangat. Lambayan tangan ketiga jagoanku benar-benar mampu meyakinkanku bahwa aku adalah wanita yang paling beruntung di Dunia, karena aku memiliki mereka. Mobil itu melaju, meninggalkan lambayan tanganku. Aku menarik nafas pelan, “aku menyangi kalian”.
Pagi ini memang terlihat begitu indah. Beberapa tetangga benar-benar terlihat lega dengan senyum lebar yang mereka berikan padaku. Aku mencoba membalas semua senyuman itu, dan ternyata damai itu indah. Aku benar-benar ingin selalu seperti ini. Aku menyesal mengapa tak dari dulu seperti ini. Mengapa mesti setelah kejadian itu, aku dapat seperti ini ? Tuhan, jangan pisahkan aku dari ketiga jagoanku, dan janganlah masa lalu itu terus menjadi racun di dalam rumah tanggaku.
***
Aku adalah Chintya. Di dalam hidupku, aku memiliki tiga orang jagoan. Mereka adalah suamiku, dan anak-anakku. Fadli, itu adalah suamiku. Dia benar-benar sangat mencintaiku, dia selalu berusaha untuk membahagiakanku, dia tak pernah marah, dan dia selalu menghormatiku. Fajar, dia adalah anak pertamaku sementara Fikri adalah anakku yang kedua. Fajar berumur 12 tahun sedangkan Fikri, kini dia berumur 10 tahun. Sama dengan ayahnya, mereka benar-benar mampu menyayangi juga menghormatiku, dan mereka selalu berusaha menuruti apa yang aku perintahkan. Umur mereka memang masih sangat amat muda, namun karena keadaan, mereka diharuskan untuk selalu bersikap dewasa, bahkan itu untuk urusan rumah tangga. Keluargaku, adalah keluarga yang harmonis. Tak pernah ada pertengkaran. Keluargaku, adalah harapan dan juga impian untuk semua orang. Namun, keharmonisan itu, sesaat hilang, ketika masa lalu muncul kembali dalam hidupku.
***

“hei Chin, lo gak usah mimpi, lo tuh suka sama cowo yang jadi idaman banyak cewek di sekolah ini”
“wah ? masa ? serius ? yah gak masalahkan kalau cinta dalam hati?”
“ya, gak masalah, cuma jangan sampe lo patah hati aja”
Itu adalah Sonia. Bisa dikatakan dia adalah sahabat dekatku. Tak ada yang mampu memisahkan kedekatan kita, aku benar-benar sudah menganggapnya seperti saudaraku sendiri. Tak ada rahasia yang tak aku katakana padanya, begitupun dia. Dan kinipun, aku sedang menceritakan laki-laki itu. laki-laki yang kini sedang aku idam-idamkan. Laki-laki itu adalah senior kami. Dia adalah kak Aldo. Jika di bandingkan, aku dan kak Aldo benar-benar seperti langit dan bumi. Aku benar-benar tak ada apa-apanya di bandingkan dia. Dia adalah murid paling popular di sekolahku, dia sangat aktif, dan dia adalah kapten tim basket. Sementara aku, ah bahkan jika ada yang menanyakan namaku pada teman setingkatpun pasti tak banyak orang yang tahu. Aku sama sekali tak popular, aku tak aktif, dan aku tak mengikuti ekskul yang mampu membuatku terkenal. Fisik ? ah, aku hanyalah murid SMA yang benar-benar biasa, tak ada yang spesial, dan sama sekali tak ada yang menarik dariku. Sementara dia, kak Aldo, dia begitu tinggi, postur tubuh yang gagah, juga tegap benar-benar mampu membuat seluruh murid wanita di sekolah ini tergila-gila, bahkan bukan cuma wanita, laki-laki pun banyak yang tergila-gila padanya.
***
Malam minggu ? ah tak ada yang menarik. Malam ini, dan seperti malam malam minggu sebelumnya, aku hanya menghabiskan waktu dengan laptop toshibaku. Aku melihat jam dinding, pukul 9 malam. Aku memposisikan tempat dudukku, perlahan aku membuka laptop, dan seperti biasa aku membuka akun facebookku. Sedetik, mataku benar-benar terbius. Aku tak mampu mengatakan apapun, seperti melayang ke langit ketujuh, aku benar-benar terkejut. Aldo Alfadilah menerima permintaan pertemananku. Ya tuhan, apa ini ? kak Aldo menerima permintaan pertemanan yang telah aku kirim sejak dua minggu yang lalu. Aku menahan mulutku agar tak mengeluarkan suara. Aku membantingkan tubuhku pada kasur yang selalu setia untukku tiduri, bahkan selalu pasrah jika harus aku injak. Aku mencoba memenjamkan mata, khayalanku benar-benar terbang, melayang, ah indah sekali. Aku lantas kembali pada laptopku, senyuman paling lebar aku berikan pada laptop yang telah sukses membuatku bahagia. Aku mencoba menenangkan diri, menarik nafas pelan, dan aku buang sedikit demi sedikit. “oke, tenang, fiuh”.
Thanks for cnfrm kak J
Dengan berani, aku mencoba mengirimkan sebuah wall pada kak Aldo, dan tak harus menunggu lama, kak Aldo membalas apa yang aku kirimkan.
Sama” dek hehe
Memang tak banyak kata yang di kirimkan oleh kak Aldo, namun malam itu benar-benar mampu membuatku makin jatuh hati pada kak Aldo, bahkan aku merasa yakin untuk perasaan ini. Dan memang benar, keberanianku itu adalah awal yang baik untuk aku pada kak Aldo. Semakin lama, hubungan ku dan kak Aldo terasa semakin dekat. Facebook benar-benar telah mampu mendekatkan aku pada sosok yang aku idolakan. Setiap hari aku dan kak Aldo selalu menyempatkan untuk berkonikasi di facebook dengan mingirimkan wall, mengirimkan message, dan bahkan kak Aldo selalu mengajak chat padaku terlebih dahulu.
***
Kak Aldo benar-benar baik padaku. Bahkan kini dia sudah berani untuk mengatakan jika dia menyayangiku, namun “aku mencintamu” belum sempat dia katakan.
“iya Son, menurutmu bagaimana jika aku dan kak Aldo menjadi sepasang kekasih ?”
“ya, aku sih ikut seneng Chin, Cuma kamu jangan terlalu berharap, apalagi dia belum berani bilang kalau dia cinta sama kamu, iya kan ?”
Apa yang dikatakan Sonia, memang begitu nyata dan benar. Aku seharusnya tak lantas bersikap sepercaya diri itu. Memang, memang kak Aldo sudah bersikap begitu spesial padaku, namun ucapan cinta sampai detik ini tak kunjung ia katakan.
Akhirnya hubungan ku dan kak Aldo, telah mencapai titik puncak. Malam itu, kak Aldo menyatakan apa yang ia rasakan padaku selama satu bulan ini.
“ Chin, ada yang mau kakak omongin sama kamu”
“omongin ? kenapa kak ?”
“gak kerasa udah satu bulan kita deket, dan bagi kakak itu sudah cukup, untuk melihat kedekatan kita”
“ya, jadi gimana kak ?”
“kakak, suka sama kamu Chin”
Suasana kafe yang saat ini kami berdua kunjungi, sesaat berubah menjadi tempat yang begitu romantis. Aku mengiyakan apa yang ditawari oleh kak Aldo. Namun, dalam kebahagiaan yang kini menyelimuti aku dan kak Aldo, banyak kecemasan yang mulai merayap dalam benakku. Aku cemas, jika aku tak bisa terus bersama kak Aldo. Aku cemas, jika kak Aldo berubah. Dan aku cemas, jika kak Aldo akan menemukan cinta lain, yang lebih sempurna dari cintaku.
***
Satu bulan pertama, kami menjalin hubungan dengan begitu baik. Kak Aldo, selalu mampu mencintaiku, kak Aldo selalu berusaha untuk menjaga perasaanku. Kami selalu terlihat bersama, di dalam sekolah kami tak mampu untuk dipisahkan. Dengan sekejap, aku menjadi murid yang benar-benar terkenal, tak ada yang tak mengetahui Chintya, kekasih dari kapten tim basket. Namun, dengan sekejap aku pun menjadi seseorang yang mampu di benci oleh banyak wanita di sekolahku. Mereka mengaku, jika mereka iri melihat aku yang ternyata di pilih oleh Aldo, seorang wanita yang biasa-biasa, padahal telah banyak wanita cantik yang mengantri untuk mendapat pengakuan cinta dari Aldo. Masalah datang secara bertubi-tubi, awalnya aku sempat meyerah untuk segala masalah yang menerpa hubungan aku dan Aldo, namun Aldo benar-benar mampu untuk selalu menjaga perasaanku, dan mencoba selalu meyakinkanku, bahwa aku adalah wanita yang paling baik untuk dia pilih. Kelas kami, memang agak berjauhan, namun itu bukanlah suatu penghalang untuk kami bersama. Sebelum masuk jam pelajaran, dia selalu menyempatkan waktu untuk menemuiku, waktu istirahat, kami selalu pergi makan bersama, dan setiap habis jam pelajaran, ketika semua orang siswa di kelasku pulang, aku masih selalu setia menunggu Aldo di dalam kelas. Kami selalu bersama.
Kali ini, hubungan kami memasuki untuk bulan ke dua. Bulan pertama, aku memang sempat tak yakin akan hubungan kami, namun ketika memasuki bulan ke dua aku benar-benar yakin, dan percaya bahwa Aldo memang yang terbaik. Sejujurnya, ini adalah kali kedua aku menjalin hubungan dengan seseorang. Namun, aku fikir hubungan ku dengan Aldo benar-benar sangat jauh berbeda dengan hubunganku sebelumnya. Aku merasa jika aku benar-benar mencintai, menyayangi Aldo dengan sungguh-sungguh. Mungkin, sebelum dengan Aldo aku memang tak sepenuhnya menjalin hubungan. Bulan ke dua ini, aku memang yakin, namun aku sedikit demi sedikit merasakan ada sebuah kejanggalan. Memang tak terlihat perubahan yang jelas, namun sepertinya memang ada yang berubah dari sikap Aldo. Kami memang masih menjalin  komunikasi dengan begitu baik, namun, waktu kita untuk bersama benar-benar sudah berkurang. Di sekolah, kami benar-benar sangat jarang untuk bersama. Bahkan berangkat, dan pulang sekolahpun, aku selalu seorang diri, padahal dulu Aldo benar-benar selalu tak tega jika melihatku mesti berangkat atau pulang seorang diri. Namun, aku berusaha untuk tetap meyakinkan apa yang telah di yakinkan oleh Aldo.
Aku bersyukur, kini hubungan kami menginjak bulan ke tiga. Aku menyiapkan sebuah kejutan untuk Aldo. Kafe tempat Aldo menyatakan perasaannya, adalah tempat yang aku pakai untuk kejutan perayaan tiga bulan hubungan kami. Semua telah siap, aku berdandan habis-habissan, bahkan aku rela untuk bolos sekolah hanya untuk pergi ke salon. Aku menyuruh Aldo, untuk menemuinya di kafe pukul 7 malam. Perasaan gundah benar-benar berhasil menyelimutiku, aku melihat pukul 11 malam. “kamu kemana ?” aku benar-benar berusaha menahan tangis.
“apa ? lo nunggu Aldo sampe larut malem?”
Aku tak mampu mengatakan apapun pada sahabatku Sonia. Dia memelukiku dengan erat.
“Chin, dari awal gue bener-bener gak ngelarang buat lo ngejalanin hubungan sama Aldo, tapi ini yang gue takutin”
Tak ada yang salah dengan apa yang di katakana oleh Sonia. Namun, ini adalah masalah keyakinan hati. Aku masih benar-benar menyayangi Aldo.
Aku tak lantas menyalahkan semua pada Aldo atas kejadian malam itu. Aku yakin dia memiliki alasan hingga iya tak menemuiku. Apalagi kini dia sedang di hadapkan untuk ujian kelulusan, tak mungkin jika aku harus membuat masalah di saat ia harus fokus untuk masalah sekolahnya.
“jadi kamu masih tetap untuk memilih unniv di luar kota ?”
“iya”
“tapi kenapa ? bukannya di dalam kotapun masih bagus ?”
“aku tahu, kenapa sih ? kamu ga setuju ?”
“jujur Al, aku sama sekali gak setuju jika kamu harus pergi keluar kota. Aku tak siap dengan hubungan jarak jauh”
Aku tahu, keinginanku memang sangatlah egois. Namun, aku benar-benar tak siap jika aku harus menjalani hubungan jarak jauh. Dan benar keegoisanku, benar-benar mampu membuat Aldo marah. Kami sempat beberapa kali bertengkar. Bahkan sekarang Aldo berani membentakku. Apa aku benar-benar telah melakkukan kesalah yang begitu besar ? apa yang sebenarnya telah terjadi?
Hubungan kami, semakin lama semakin tak sehat. Selalu saja ada pertengakaran. Sebenarnya aku sudah benar-benar capek, namun aku masih benar-benar menyayangi Aldo, dan aku akan terus mempertahankan hubungan kami. Hingga, suatu saat dengan mata kepala sendiri aku melihat Aldo, seorang laki-laki yang aku idolakan dulu, yang kini telah menjadi kekasihku, ia tengah membonceng seorang wanita yang jelas sangat terlihat lebih cantik dari padaku. Aku benar-benar geram, di tengah hubungan kita yang sedang tak sehat, Aldo malah sibuk mencari wanita lain. Kala itu, emosiku benar-benar tak dapat ditahan. Dan akhirnya hanya tiga bulan aku dapat mengecap indahnya cinta bersama Aldo.
***
“hallo, siapa ini ?”
“ini Chintya ?”
“iya ini siapa ? tolong jangan bercanda”
“aku adalah masa lalumu Chintya”
Aku benar-benar terkejut mendengar pengakuan seseorang di balik telfon itu. Suara itu benar-benar tak sing di telingaku, namun untuk apa dia kembali ?
Aku tahu ini adalah dosa terbesar yang telah aku lakukakan. Aku telah menjadi seorang istri yang telah menodai kasih dalam keluarga. Padahal aku telah memiliki suami yang jelas-jelas begitu mencintaiku, dan bahkan aku memiliki dua orang anak yang sangat aku cintai. Namun, masa lalu benar-benar mampu menggodaku. Iya, masa lalu.
Orang itu, datang padaku ketika aku telah bahagia dengan sebuah keluarga. Orang itu, datang padaku membawa beribu kenangan yang masih selalu melekat dalam benakku. Dan orang itu, datang padaku membawa cinta yang penuh warna, seperti warna pelangi yang kelabu.
Keluargaku tak lagi harmonis. Aku sangat jarang untuk berada di rumah mengurusi suami, dan kedua anakku. Jikalau pun aku pulang, aku hanya menjadi penyebab pertengkaran. Suamiku yang pendiam, selalu kalah dalam setiap pertengakaran. Dan anak-anakku selalu menjadi saksi ketika kami sedang terlibat pertengkaran.
Aku sangat tak tahan berada di rumah, aku selalu ingin dia. Dia yang sebenarnya penyebab retaknya hubungan rumah tanggaku. Dia adalah Aldo.
Aku menjalin hubungan terlarang dengan Aldo. Suamiku, Fadli tak tahu jika aku sedang bermain dengan seorang laki-laki di belakanya. Hampir 4 tahun, aku menjalin hubungan terlarang dengan Aldo. Dan telah beberapa kali aku meminta agar suamiku menceraikanku, namun, suamiku masih tetap mempertahankan rumah tangga kami. Anak-anakku benar-benar sudah terlihat dewasa ketika kedua orang tuanya sedang terlibat pertengkaran. Miris sebenarnya namun, masa lalu telah membuat mata hatiku tertutup. Hingga suatu hari, suamiku menangkap basah ketika aku sedang berdua dengan Aldo di sebuah pusat perbelanjaan. Suamiku, benar-benar marah besar. Aku benar-benar terkejut, aku fikir suamiku tak dapat melakukan hal seperti ini, namun ternyata, dia benar-benar mampu membuatku sangat takut.
Malam itu suasana di rumah benar-benar memanas, anak-anakku benar-benar sudah mengetahui apa yang harus mereka lakukan, mereka mengunci pintu dan lebih memilih untuk tidur. Sementara, suamiku benar-benar marah besar. Dia mengatakan jika dia merasa telah dikhianati. Aku menangis dengan keras, aku yakin para tetangga yang sudah sering mendengar kami bertengkar ikut terkejut karena kini suamikulah yang sangat jelas terdengar membentakku. Namun, malam itulah yang membuat aku benar-benar sadar, jika aku telah salah selama empat tahun ini. Aku benar-benar telah menyia-nyiakan keluarga yang begitu sangat mencintaiku demi masa lalu yang menyesatkan. Malam itu, aku benar-benar di buat sadar, aku bersujud di bawah kaki suamiku meminta ampun. Awalnya dia benar-benar tak memperdulikanku, namun akhirnya dia memelukku dan berkata “aku melakukan ini, karena aku sayang padamu dan kedua anak-anak kita. Aku mohon, tinggalkan masa lalumu demi aku dan anak-anak kita” aku benar-benar tak mampu menahan air mata, aku memeluk suamiku lebih erat “aku menyayangi kalian, maafkan aku”.