“hidup
itu penuh liku, dan liku itu adalah variasi kehidupan manusia. Namun, dahulu
sebelum akhirnya aku mengambil keputusan untuk menjadi seorang mualaf, aku
sempat beranggapan jika liku-liku kehidupan yang kualami bukanlah variasi
hidup, ia lebih mirip sebilah keris panjang yang berkelok-kelok menusuk jiwaku,
mengangkatnya dan membuangnya ke lembah kegalauan. Begitulah, bagiku 25 tahun
terasa begitu sia-sia karena aku telah jauh dari Tuhanku. Namun, bukankah
setiap kisah manusia akan dimulai pada letup-letup lembut nafas seorang bayi ?”
Semua wartawan yang ada dihadapanku benar-benar terlihat kebingungan mendengar
sedikit penjelasan yang telah aku berikan. Beberapa dari mereka saling
bertatapan, saling berbisik, walaupun beberapa dari mereka ada yang sudah mulai
terlihat mengangguk-anggukan kepala dengan dahi mengkerut. Mungkin mereka kurang
memahami atas apa yang telah aku ungkapkan. Aku hanya tersenyum, dengan
sesekali merapikan jilbab yang sedang aku kenakan.
“maaf
mbak Kiki, bisa lebih dijelaskan lagi apa maksud dari ‘bukankah setiap kisah
manusia akan dimulai pada letup-letup lembut nafas seorang bayi’ dan apakan
mbak Kiki sudah yakin akan jilbabnya ?” salah satu wartawan akhirnya mengangkat
tangan dan memberikan pertanyaan yang sebenarnya telah aku perkirakan
sebelumnya. Namun, dengan tetap tersenyum, aku taklantas menjawab pertanyaan
itu, ingatanku seperti kembali pada masa itu, masa dimana aku merasa
kehidupanku sangat begitu kelam tanpa adanya tiang agama, dan baru terasa
bercahaya ketika aku berusia 24 tahun, ketika aku mendapat sebuah kejutan
berupa hidayah pada saat akan menginjak bulan Ramadhan.
***
Namaku
adalah Viki Natalia. Aku tak memiliki saudara, karena aku adalah anak tunggal.
Ayahku adalah Emmanuel dan ibuku Mima. Kami tinggal di kota Jakarta. Bagiku
Jakarta adalah kota yang penuh dengan kebebasan namun dapat membuat sesak.
Keluargaku dapat dikatakan sangat berada, kedua orangtuaku bekerja dan aku
adalah seorang aktris layar lebar. Kami semua sibuk, dan itulah salah satu alasan
keluargaku tak harmonis. Bahkan kedua orangtuaku dalam waktu dekat ini akan
segara bercerai. Entahlah, aku sama sekali tak mau perduli dengan apa yang
membuat mereka memutuskan untuk bercerai seperti itu. Karena bagiku, ada atau
tidaknya mereka itu sama sekali tak ada artinya, karena yang berarti bagiku
adalah uang, kebebasan, dan kecantikan. Sebagai seorang aktris aku sangat
menjaga tubuh dan kecantikanku. Aku sangat mencintai bentuk tubuhku yang ideal,
warna kulitku yang putih bercahaya, dan rambutku yang mampu membuat oranglain
merasa iri. Aku benar-benar dikagumi banyak orang, bahkan mereka yang sesama
aktrispun selalu memuji keelokan tubuhku. Dan karena itu, dalam lemari, aku tak
memiliki pakaian yang mempu menutupi tubuhku, karena aku fikir, aku memiliki
tubuh yang indah jadi untuk apa aku
tutup-tutupi ?
Hari
ini benar-benar melelahkan, pukul 12 malam aku belum sampai dirumah, Aku masih
bersiap-siap untuk pulang. Suasana di lokasi sudah sangat sepi tak ramai
seperti sebelumnya, kini tersisa hanya aku dan sang produser.
“Ki,
kamu pulang sendiri ?” tanya sang produser. Aku hanya mengangguk dan masih
tetap fokus mencari handphone yang
berada di dalam tasku. Suara sang produser kini tak terdengar lagi, handphoneku pun mendadak tak ada di
dalam tas, padahal aku sangat yakin 15 menit sebelumnya aku menyimpan handphone itu di dalam tas. Dan
tiba-tiba sang produser memanggilku, “Kiki, kamu nyari ini kan ?” dari kejauhan
dekat mobilnya, sang produser melambai-lambaikan handphoneku. “iya pak” aku membalas teriakannya, dan menghampiri
produser itu. Namun, aku benar-benar terkejut tiba-tiba dia melemparkan handphone itu dan malah memelukku,
bahkan dia berusaha menciumku. Aku berusaha menghindar, namun tenagaku sama
sekali tak mampu mengalahkan tenaganya. Aku berteriak, dan sang produser malah
terwa terbahak-bahak. Rasanya begitu sesak ada dalam pelukan kasar sang
produser itu, ia memaksaku untuk masuk kedalam mobilnya, namun entahlah aku
mendapat kekuatan dari mana, kakiku mendadak mampu menendang produser itu dengan
begitu kuat hingga ia terjatuh, dan aku dapat berlari menghindari produser itu.
Dalam malam, dalam kesendirian, dalam ketakutan, dan dalam tangis aku berlari
sekuat tenagaku. Hingga akhirnya aku melihat sebuah cahaya yang begitu terang
dan aku mendengar alunan lembut suara ayat suci al quran yang sebenarnya aku
tahu namun aku tak mengenalinya suara itu bersumber dari sebuah masjid
sederhana dekat rumahku. Aku tak tahu ada apa dengan malam ini, bulan begitu
terang, angin dan langit begitu terasa bersahabat. Air mataku kini terhenti
seraya dengan langkahku. Aku memasuki rumahku, rumah yang begitu megah, namun
tak sehangat masjid yang tadi aku lihat. Ada apa ini ?
Plak
!!
“ayo
pukul lagi mas pukul, kenapa diam ?” suara teriakan ibuku benar-benar tak asing
dalam telingaku.
Aku
sama sekali tak terkejut melihat pemandangan ini. begitupun dengan mereka,
mungkin mereka sudah mengetahui jika aku sudah begitu kebal melihat kekerasan
yang selalu saja ayahku lakukan pada ibuku. Namun, aku sama sekali tak membenci
ayah karena aku tahu, itu ayah lakukan karena ibu selingkuh dengan teman
kantornya.
“Kiki,
kenapa kamu baru pulang ? dan kenapa kamu kusut ? Kiki ! Kiki!” kini giliranku
yang mendapat teriakan dari ayah. Aku sama sekali tak mendengarkan perkataan
ayahku.
“hah
! kamu lihatkan kan mas ? anakmu saja sudah muak dengan sikapmu yang so soan
jadi orang bener! Haha”
Plak
!! Begitulah ayahku, so benar dan selalu memukuli ibuku.
Aku
benar-benar muak dengan hari ini. pekerjaanku hancur ! keluargaku semakin
hancur ! aku melempar semua benda yang ada di dalam kamarku. Aku menjerit,
menangis, aku lelah dengan kehidupanku ini.
HAH
! aku benar-benar terkejut dan lantas terbangun dari tidurku. Pukul 4 pagi.
Suara para pemuda yang berkeliling berteriakan “sahur, sahur” dan suara adzan
dalam mimpi benar-benar membuatku terbangun. Sungguh aku merasa merinding
dengan mimpi itu, dua laki-laki yang memakai pakaian putih dan hitam
memperebutkanku, tenggorokanku terasa kering, perutku terasa kosong, dan hatiku
terasa panas, namun ada apa ini ? lagi-lagi masjid itu, suara ayat suci al
quran dan apa lagi ini ? suara adzan ? suara adzan mampu membuat hatiku dingin,
tenggorakanku lega, dan perutku terasa terisi, dan kemana laki-laki yang
memakai pakaian hitam itu ? apa dia menghilang ? dia takut akan adzan ? akan
menangisi mimpiku itu dalam-dalam, dan aku sadar jika tadi adalah sebuah
hidayah yang telah Tuhanku, Allah SWT berikan kepadaku. Tanpa berfikir panjang
aku lantas mengambil makanan di dapur untuk sahur, sedikit-sedikit aku masih
ingat, walaupun terakhir kali aku melihat temanku yang beragama muslim sahur,
berpuasa dan salat itu ketika aku belajar di sekolah dahulu. Dalam sujud salat
subuh, aku benar-benar menangis, aku benar-benar meminta maaf atas segala apa yang
telah aku tinggalkan bahkan lebih dari 20 tahun. Namun, bulan ini, awal bulan
Ramdhan aku telah mendapat sebuah kejutan yang begitu hebat, yaitu sebuah
hidayah.
***
Aku menghela nafas, dan mencoba
menjawab pertanyaan yang diberikan salah satu wartawan itu, “bukankah setiap
kisah manusia akan dimulai pada letup-letup lembut nafas seorang bayi, begini
mas kini usiaku sudah menginjak 25 tahun, namun aku baru merasakan terlahir
ketika usiaku 24 tahun, ketika Allah memberikanku sebuah kejutan di awal bulan
Ramadhan yaitu sebuah hidayah, dan ketika aku masuk agama islam. Kini aku
merasa seperti bayi yang baru akan memulai kisahnya, yang baru akan mulai
mengartikan bahwa liku hidup adalah sebuah variasi dalam kehidupanku bukan
sebagai sebilah keris yang berkelok-kelok. Aku yakin akan jilbabku, karena aku
yakin akan agamaku dan Tuhanku, aku lebih merasa aman ketika aku menggunakan
jilbab ini”
Seluruh wartawan yang ada di
dalam ruangan ini, benar-benar terlihat merasa terharu. Tetes demi tetes air
mata yang tak sengaja mengalir dari matanya, benar-benar semakin meyakinkanku
bahwa aku sungguh beruntung mendapat kejutan yang begitu besar pada awal bulan
Ramadhan itu, aku sangat merasa bahagia akan hidupku kini, walapun aku tak
yakin ayah dapat bahagia di dalam penjara karena dilaporkan ibu melakukan KDRT,
dan aku berharap ibuku dapat berbahagia dengan kekasihnya itu. Semoga Allah
memberikan mereka kejutan yang sama berharganya seperti yang telah Allah
berikan kepadaku. Amin.