Sabtu, 30 Maret 2013

Apakah begitu indah sebuah perbedaan untuk orang sepertiku ? (2/2)



Memanglah kekecewaan yang telah membuatku seperti ini. Aku begitu kecewa mengapa cintaku dan cintanya tak dapat bersatu, hanya karna perbedaan. Cinta kami tak dapat bersatu bukan karna ras, ataupun agama. Cinta kami di pisahkan karna adanya perbedaan status social. 

Nama perempuan itu adalah Sinta perempuan yang begitu lembut, perempuan yang begitu indah dengan hijab yang selalu menutupi auratnya, perempuan yang berpendidikan, dan seorang anak pejabat tinggi negara. Sementara aku, namaku adalah Roni, aku adalah seorang pedagang kripik singkong, yang setiap hari begitu bau matahari karna setiap hari aku pasti berkeliling berjualan kripik. 

Aku dan sinta sama-sama berumur 22 tahun, aku dan Sinta sama-sama suka kripik singkong, aku dan Sinta sama-sama tak suka masam, aku dan Sinta sama-sama saling mencintai. Begitu indah bukan persamaan yang ada di antara aku dan Sinta ?

***

Hari ini seperti biasa aku pergi berkeliling berjualan kripik singkong, namun kali ini aku benar-benar bersemangat karna aku akan bertemu perempuan itu lagi. Perempuan yang sangat menyukai kripik singkongku. “eh bang, biasa ya bang aku mau kripik singkong 2kg” begitu lembut suara Sinta, begitu melelehkan panas matahari, begitu indah, begitu wangi. “eh bang, bang Roni, ko malah melamun ? 2 kg bang” lagi-lagi aku mendengar suara lembut itu, ditambah dia memanggilku bang Roni, sungguh indah menjadi tukan kripik singkong. Wanita itu menepuk pundakku, “astagfirullah, maaf neng abang jadi melamun” aku benar-benar di buat mabuk oleh Sinta, subhanallah ciptaan Allah begitu indah. 

Semenjak kejadian itu, semenjak aku jadi langganan kripiknya, hubungan kita semakin berlanjut, bahkan suatu hari dia mengirimku sebuah surat.

Aku tak tahu ketika aku mengharapkan kehadiranmu

Apakah untuk sebuah kripik atau untuk sebuah cinta

Aku tak tahu apakah rasa kripik yang begiu lezat

Atau karna aku makan sambil membayangkan wajah abang

Aku tak tahu apakah aku mabuk kripik

Atau mabuk cinta abang

Jangan lupa ya bang, aku tunggu kripik cintanya

Aku selalu menunggu di depan rumah J

Astagfirullah itu adalah surat termanis yang pernah aku dapat, begitu indah tulisan itu. Hampir setiap hari aku datang kerumahnya dan Sinta membeli kripik ku, begitu sangat indah kisah cinta kami, tak pernah ada perbedaan yang kami rasa. Sebelum orangtuanya kembali dari Belanda.

***

“Roni berangkat jualan dulu ya ma, Roni akan cepat pulang, jangan lupa makan obatnya” aku pergi berjualan dengan perasaan tak karuan, emak ku sakit, emak satu-satunya orang yang aku punya. Aku berkeliling berjualan di kompleks perumahan Sinta, tapi aneh Sinta dari tadi tak muncul juga, aku diam menunggu Sinta di luar pagar rumahnya yang begitu megah dan besar. “astagfirullah” aku berlari sambil mendorong grobak ku. Aku benar-benar di buat terkaget-kaget. Seorang perempuan paruh baya, berpenampilan mewah, mengagetkanku dengan sebuah selang yang mengeluarkan banyak air, dan yang membuatku lebih aneh ketika dia berteriak “dasar orang miskin tak tahu diri. Jangan ngomong cinta dengan anakku! Kamu benar tak pantas! dasar tukang kripik busuk! Kalian itu berbeda.” 

Dalam perjalanan pulang aku benar-benar sangatlah marah,bisa-bisanya ada orang seperti itu. Astagfirulah apakah itu ibunya Sinta ? begitu berbedakahnya anak dan ibunya ? ketika Sinta sangatlah lemah lembut, sementara ibunya hih subhanallah, aku merinding sendiri membayang ibunya Sinta tadi, namun aku benar-benar terkejut ketika begitu banyak orang di rumahku, dan bahkan ada bendera kuning tepat menancap pada pohon depan rumah yang emak tanam hingga besar seperti itu. “inalillahi” lirihku .

***

Apakah ini adalah rindu

Mengapa dalam setiap bayanganku hanya ada kamu

Apakah ini adalah rindu

Mengapa mulutku selalu ingin bercerita tentang kamu

Tolong balas suratku, tolong balas rinduku

Aku hitung sudah 9 surat aku kirim, dan sudah 3 minggu aku tak bertemu Sinta, karna semenjak kejadian itu aku benar-benar tak berani untuk pergi  ke rumah Sinta. Bukan, bukan aku tak berani mengejar cintaku, hanya hatiku yang belum berlapang untuk mendapat makian dan hinaan dari ibu Sinta, karna sudah 3 minggu ini pun aku ditinggalkan oleh emak untuk selamanya.

Aku mohon cinta jangan diamkan aku seperti ini

Aku mohon cinta jangan gantungkan rinduku seperti ini

Aku begitu terpukul akan matinya emak

Janganlah buat aku terpukul karna hilangnya cinta

Balas suratku cinta. Aku mohon

Itu adalah suratku yang ke 10, namun dari 10 surat itu tak pernah ada jawaban  dari Sinta. Aku jadi teringat kata-kata dari surat sinta yang terakhir.

Apakah ini kesalahan ?

Apakah ini kebodohan jika kita saling mencinta ?

Jangan jawab ini. Aku tak ingin jawaban

Karna semua jawaban dari pertanyaan itu

Hanya membuat luka bagiku

Dari setiap surat yang Sinta kirim selalu ada kata “Jangan lupa ya bang, aku tunggu kripik cintanya Aku selalu menunggu di depan rumah” namun, dari surat itu Sinta tak mengatakan masalah kripik. Aneh, apa itu arti dari perbedaan ? bukankah kita selalu sama ? Aku dan sinta sama-sama berumur 22 tahun, aku dan Sinta sama-sama suka kripik singkong, aku dan Sinta sama-sama tak suka asam, aku dan Sinta sama-sama saling mencintai, apa yang berbeda ?

***

Kali ini aku memutuskan untuk memberanikan diri menemui Sinta, menemui Cinta. Aku berjalan dengan bersalawat, aku harap aku dapat lapang dada dengan semua yang akan terjadi. “bismillah” aku mulai menelusuri rumah-rumah yang begitu mewah, dan belum sampai rumah Sinta aku menghentikan grobak, dan salawat itu, aku benar-benar terkejut. “heh kamu mau ngapain, jangan kamu fikir kamu sama dengan Sinta, kamu berbeda dengan Sinta. Kamu hanyalah pedagang kripik singkong, sementara anak saya anak seorang petinggi Negara”. Aku sama sekali tak memperdulikan perkataan ibu Sinta, yang hanya aku perhatikan adalah Sinta, yang hendak menaiki sebuah mobil mewah dan, dan apa, ada seseorang lelaki tampan, bersih, rapi,wangi membukakan pintu mobil yang akan di tempati Sinta, begitu indah namun menyiksa ketika melihat pemandangan itu. 

Pemandangan begitu indah ketika dimaana seorang perempuan dan pria yang memiliki persamaan, bukan masalah umur, atau kesukaan kripik singkong, tetapi adalah status social hendak bersama, dan menyakitkan ketika aku melihat perbedaan yang begitu jelas,ketika aku datang dengan membawa grobak kripik singkong, dan ketika laki-laki yang aku tak tahu siapapun datang dengan membawa mobil mewah untuk menemui perempuan yang sama denganku. Sinta tak berani menatap mataku, dia terlihat begitu menyesal. 

Mobil itu telah melaju dengan sangat mulus, ibu Sinta segera menutup pagar dimana aku dan Sinta sering mengeja persamaan kita, dimana kita menamai kripik ku dengan kripik cinta. Sekarang semua hanyalah kenangan, kenangan yang begitu indah namun menyakitkan.  

Aku tak mampu berbuat apa-apa, aku tak mau memaksakan kehendak, aku tak mau memaksakan cinta.

Akhirnya aku melanjutkan berkeliling berjualan kripik singkong cinta ini, dengan bersalawat. 

“Semoga Sinta tak menemukan perbedaan dengan pria itu.”

 

sudahlah aku yang bodoh.



Aku mengerti diantara kita tak ada ikatan yang jelas. 
Aku mengerti kau masih memiliki hak untuk memilih yang lain. 
Namun, aku tak mengerti setega itukah kau menganggap rasaku sebagai sebuah lelucon ? 
apakah menurutmu perasaanku hanyalah perasaan yang bodoh ?

Dimanapun aku berada mataku selalu ingin mencari sosokmu, bahkan ketika aku sedang berada di tempat yang tak mungkin sedang kau kunjungi pun aku selalu mencarimu. 
Begituh bodohkah aku, ketika di toilet umum khusus wanitapun aku masih tetap mencarimu ? 
aku begitu bodoh untukmu.

Aku selalu merindukanmu, aku selalu merindukan kedekatan kita, kedekatan yang bahkan orang sekitar kitapun mampu merasakan. 
Bukankah kita memang dekat ? atau jangan-jangan hanya perasaanku saja ?
aku sangat takut dengan pertanyaan itu, namun aku yakin dengan jawaban “ya” karna aku begitu yakin. Maafkan aku, lagi-lagi aku memberikan alasan yang bodoh.

Kau selalu mendekatiku, 
kau sering menggodaku, 
kau sering menggenggam tanganku begitu lama, 
dan kau pun sering mengumbar itu semua di depan teman-temanmu hingga aku merasa malu. 
Sadarkah itu ? 

Sadarkah kau selalu berhasil membuat aku malu ketika kau mengumbar jika aku mencintaimu ? 
Sadarkah kau aku begitu sakit tersenyum untuk menahan luka ketika kau membuat lelucon tentang perasaan ku terhadapmu ? 
Aku bingung, apakah kau benar-benar tak mengerti jika aku benar-benar mencintaimu hingga kau beranggapan semua yang aku tunjukan adalah lelucon ? 

Apakah begitu kurang, sikap-sikap yang aku tunjukan padamu untuk mengungkap rasa ? aku tahu, aku mengerti dengan perkataan “ungkapkanlah maka terjalin”, namun aku adalah orang bodoh yang hanya mampu memberikan kode-kode aneh padamu. Bagus jika kau adalah laki-laki yang peka, tapi ini kau malah menggap itu adalah lelucon. 

Apakah kau dapat menjelaskan apa arti dari genggaman tangan yang selalu membuat hangat tubuhku? Apakah kau dapat menjelaskan apa arti dari kedekatan kita selama ini ? 
dan apakah kau dapat menjelaskan mengapa kau memilih orang lain ketika kita sedang begitu dekat ? 
maaf, aku memberi pertanyaan bodoh.

Maafkan aku, ketika kau sedang dengan yang lain aku selalu tak rela. 
Maafkan aku, ketika kau sedang dengan yang lain aku selalu merasa ingin merebutmu. 
Maafkan aku, ketika kau sedang dengan yang lain aku selalu menangisimu dan berharap aku adalah perempuan yang saat ini kau pilih. 
Maafkan aku karna aku telah begitu bodoh menanggapi perasaanmu terlalu jauh. 
Maafkan.

Sudahlah semoga kau bahagia dengan perempuan yang telah kau pilih itu. 
Sudahlah kau tak perlu lagi memperdulikan aku yang selalu menangis karnamu. 
Sudahlah aku sudah merasa begitu bodoh untuk masuk dalam kehidupanmu. 
Dan Sudahlah jika kau membaca ini kau tak perlu khawatir, bukan kau, tapi aku yang bodoh.

(SELAMAT BERKHAYAL)

 

Rabu, 20 Maret 2013

selalu ada asap rokok di antara kami (3/3)



“yee kita semua lulus.” Rendi memeluk ku dengan erat, aku hanya dapat tersenyum dengan mata tetap mencari Bara. Kali itu seluruh teman-temanku benar-benar sangat terlihat berbahagia, ada yang menangis terharu, ada yang meminta maaf dan mengucapkan terimakasih pada guru-guru, dan kebanyakan teman-temanku sedang sibuk dengan spidol dan seragam SMA yang untuk terakhir kali dikenakan, begitupun aku, aku sibuk menanda tangani seragam demi seragam mereka, begitupun mereka menanda tangani seragamku. Tapi dari tadi aku  tak melihat Bara, kemana Bara ? aku ingin dia menanda tanganni seragamku, dan sebaliknya aku ingin menanda tangani seragam Bara. Aku mencari Bara hingga ke tempat yang benar-benar aku tak menyangka akan menemui Bara di situ, aku menemui Bara sedang duduk sendiri di gedung belakang sekolah kami, dekat gudang yang tak pernah ada orang yang berani datang. Aku mencoba mendekati Bara yang tengah duduk santai di sebuah bangku, dan aku berhasil lagi dapat berdua dengan Bara, itu adalah kali ke 2 aku dapat berani mendekati Bara dan duduk berdua dengannya, tanpa Rendi, walaupun tetap dengan asap rokok diantara kami. Sebenarnya aku tak terlalu terkejut melihat Bara dengan rokok ditangannya, tapi aku benar-benar heran berani sekali Bara merokok di lingkungan sekolah, namun yasudahlah yang penting aku dapat berdua dengan Bara. Dan ada satu lagi yang membuatku heran, bukankah dia orang yang di idolakan banyak perempuan di sekolah ini, tapi mengapa seragam yang ia kenakan saat ini benar-benar masih sanagat bersih, berbeda dengan seragamku yang telah penuh dengan tanda tangan. “ehh Bar lo mau ga tanda tangan di seragam gue ?” lagi-lagi aku memberanikan diri memulai pembicaraan dengan memberikan satu bouah spidol berwarna merah pada Bara. “gue mesti tanda tangan dimana ? seragam lo udah penuh” ah aku benar-benar begok, harusnya Bara orang yang pertama menandatangi seragam ini. “Bar disini masih ada tempat ko, cukup-cukupin aja ya Bar.” Aku menunjukan bagian dari seragamku yang masih sedikit kosong. Bara menandatangi seragam yang sedang aku kenakan itu, aku benar-benar begitu bahagia. Setelah Bara menandatangi seragamku, aku benar-benar bingung, apakah aku harus pergi tanpa menandatangani seragam Bara yang masih begitu bersih?  Tapi aku sangat ingin menanda tangani seragam Bara, aduh apakah aku sebegitu tak tahu diri untuk mencoret seragamnya, yang jelas-jelas tak ada yang berani mengotori seragamnya? Aku benar-benar bingung, namun Bara benar-benar membuatku terkejut. “lo mau kemana ? lo gak akan tanda tangan di seragam gue ?” itu adalah perkataan Bara yang mampu membuat aku benar-benar merasa seperti wanita sempurna, entahlah aku pun tak tahu mengapa aku merasa seperti itu. “emang boleh Bar ? sayang loh itu baju lo bener-bener bersih, ga ada coretan sedikit pun.” Aku benar-benar munafik dengan perkataan yang keluar dari mulutku itu,aku sebenarnya sangat ingin menandatangani seragam Bara. Bara tak membalas apa yang aku katakan tadi, tanpa basa-basi dia memberikan spidol merah itu padaku, aku yakin itu adalah tanda untuk aku, agar menanda tangi seragamnya. Bara membalikan badan, dia memberikan tempat yang begitu indah, yang begitu bersih, yang begitu rapi untuk aku menandatangani seragamnya, sangat berbeda jauh dengan apa yang aku berikan pada Bara. Aku telah berhasil mendapat tanda tangan dari seorang Bara, dan aku telah berhasil menandatangi seragam Bara bahkan untuk orang yang paling pertama. Sebenarnya ada satu lagi yang membuat aku benar-benar ingat , ketika aku akan meninggalkan Bara dan rokoknya pada saat itu, Bara berteriak “gue selalu menyediakan tempat yang baik buat lo.” itu benar-benar sangat jelas terdengar oleh telingaku. Namun itu adalah kedekatan terakhir kami, sebelum akhirnya dia meninggalkan aku dan Bandung untuk melanjutkan sekolahnya di luar kota.
***
Aku tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian 6 tahun yang lalu itu, aku jadi membayang sosok Bara sekarang. Apa dia telah menikah ?
Aku telah memilih pakaian yang aku rasa telah sesuai, begitupun tatanan rambut yang aku biarkan terurai, aku merasa telah siap untuk menyambut kenangan. Aku mendapat kabar dari Rendi jika teman-teman yang lain telah datang, sepertinya gara-gara aku terlalu asyik mengenang masa SMA ku dulu aku jadi terlambat untuk acara ini. Akhirnya aku sampai di sebuah kafe, di salah satu pusat perbelanjaan. Ketika aku mulai memasuki kafe itu, terlihat telah begitu banyak orang yang datang, dan aku melihat seseorang melambaikan tangannya mengarah padaku, oh itu adalah sahabatku Rendi. Aku jadi ingat. aku dan Rendi menjadi sahabat karna Bara. Aku membalas lambaian tangan Rendi, namun sebelum aku mendekati Rendi jantungku benar-benar seperti terhenti, aku melihat sosok Bara, namun seperti biasa mata kami tak pernah bertemu sama sejak kami SMA dahulu, mataku hanya berani menatap mata Bara ketika Bara sedang tak menatapku.
Aku bingung mengapa perasaan ini masih begitu melekat untuk Bara ? mengapa perasaan dingin ini masih dapat membuat tubuhku mengigil ketika aku melihat Bara dari kejauhan ? dan mengapa ketika aku berdekatan dengan Bara seperti ini aku merasa seperti terbakar oleh beribu bara api? apakah aku masih begitu tertarik dengan sosok Bara ?
Ini adalah kali ke3 aku duduk berdekatan dengan Bara dan asap rokoknya. Ya, ketika aku mendekati Rendi, ternyata semua kursi telah terisi penuh. Namun Bara, Bara menyuruhku untuk duduk di sebelahnya,dan benar , ternyata ada satu kursi yang masih tersisa, kursi yang mungkin sengaja Bara siapkan untukku, kursi yang menurutku begitu indah, begitu rapi, dan begitu bersih untukku. Sama, sama seperti ketika aku menandatangi seragamnya 6 tahun yang lalu.
Ternyata Bara masih seperti dulu,
Ternyata aku masih seperti dulu,
Ternyata masih ada asap rokok di antara kami,
Dan ternyata Bara belum menikah.