Minggu, 04 Agustus 2013

Pelampiasan Cinta (2/2)

cerita sebelumnya : Pelampiasan Cinta (1/2)


“Vi, kakak denger kamu udah nunggu kakak hampir setahun, bener ? ngapain sih kamu mau kakak gantungin kayak gini ? apa begitu spesial kakak dimata kamu ? mending kamu pacaran aja sama si Ridwan. Haha” aku begitu terkejut mendengar apa yang telah kak Willy katakan, apalagi ia mengatakannya dengan tertawa terbahak-bahak. Ini bukanlah lelucon! Aku benci jika masalah hati di anggapnya hanya sebatas lelucon. Seketika suhu tubuhku memanas, tenggorokanku terasa perih, mataku memerah dan berair, aku lantas berdiri dan menatap sang pujaanku itu dalam-dalam. ‘kau fikir bagaimana ? aku menunggumu hampir satu tahun! Setiap hari aku terus memikirkanmu! Sebentar-sebentar tertawa, lalu menangis. Aku selalu tegar jika terkadang kau tak menganggapku! Karena aku yakin kau akan memilihku. Tapi sekarang, kau menganggap ini hanyalah lelucon ? brengsek!’. Rasanya ingin sekali mengatakan itu semua, namun apadaya hati ini tak tega jika membiarkan mulutku mengeluarkan kata-kata yang begitu kasar seperti itu. mulutku membeku, air mataku mulai menetes, dan akhirnya aku berlari meninggalkan laki-laki yang selalu aku puja itu.

“kamu kenapa Vi ?” Susan begitu terlihat kebingung, karena melihatku menangis seperti ini.
“kak Willy Vi. Hiks hiks” rasanya aku tak sanggup untuk menceritakan apa yang telah terjadi pada sahabatku itu. Namun Susan terus saja memaksaku untuk menceritakannya. Hingga akhirnya aku kalah, dan menceritakan apa yang telah kak Willy perbuat padaku.
“apa ? bener-bener brengsek itu orang! Mentang-mentang dia terkenal, dia seenaknya mainin cewek kayak kamu!” kini Susan melepaskan pelukannya.
“Vi, kamu juga sih yang salah! Udah tau dia kayak gitu tetep aja lo tuh nunggu dia!”
Benar, benar sekali apa yang dikatakan Susan. Sepertinya aku tak pernah merasa jera untuk mencintai, menunggu, bahkan tersakiti oleh kak Willy. Dan jika harus jujur, dengan kejadian yang baru saja terjadi, itu semua sama sekali tak menjadi alasan untuk aku berhenti mencintanya. Hanya saja, aku membutuhkan sedikit waktu untuk memulihkan perasaanku ini.
***
Pagi kini kembali menyapa. Namun, berbeda dengan pagi-pagi yang sebelumnya, hari ini aku begitu tak bersemangat untuk memulai hari. Seperti biasa ibu sudah ngomel-ngomel karena aku dan ayah belum juga keluar kamar. Aku melirik sebuah buku bersampul kuning yang berada tepat di sebelah pipiku. Sebuah buku diary. ‘hallo mimos, thanks ya semalem kamu udah mau jadi tempat curhatanku lagi, kamu gak bosenkan kalau aku terus tulis tentang kak Willy ?’ mungkin terlihat seperti orang yang tidak waras, namun aku selalu berusaha menjadikan diary itu hidup. Mimos, biasa aku memanggilnya. Di dalam buku itu, semua membahas tentang kegalauan untuk mencintai dan menunggu sosok kak Willy. Dan ada satu fotonya yang aku tempel, yang benar-benar terlihat begitu gagah. Namun selain kak Willy, akupun menempelkan foto kak Ridwan dalam buku diaryku itu. Aku merasa, selain foto kak Willy, akupun harus menempelkan foto kak Ridwan.

“kakak udah denger semuanya dari Susan. Terus mau kamu sekarang gimana ?” aku begitu terkejut dengan kehadiran kak Ridwan yang secara tiba-tiba menemuiku di dalam kelas.
“hah ? maksud kakak ?”
“kamu gak perlu lagi nunggu dia”
“loh, apa sih yang kakak omongin ? aku memang begitu sakit hati atas apa yang dikatakan kak Willy. Tapi sekarang udah enggak ko, kakak ga perlu khawatir, karena bahkan sekarang aku tambah yakin sama kak Willy. Kakak tau gak ? tadi pagi pas aku buka pintu, ada bunga mawar tepat di depan pintu. Awalnya aku heran, tapi gak lama kak Willy lewat rumahku, dan akhirnya kita berangkat bareng deh. Hehe”
“terus kamu yakin kalau bunga itu dari dia ?”
“iya dong” jawabku singkat.

Sama dengan kak Ridwan, Susan terlihat kurang begitu yakin, jika kak Willy lah yang sudah memberikanku sebuah bunga. Namun, walaupun kak Ridwan dan Susan tak menyukai kak Willy, aku tetap yakin jika suatu saat aku dan kak Willy akan bersama.
***
Tak terasa liburan akhirnya akan tiba lagi. California akan menjadi tujuan keluargaku berlibur, sama dengan liburan sebelumnya. Dan hari ini adalah hari terakhir dimana aku harus berangkat sekolah, sebelum besok aku harus pergi mengunjungi nenek dan kakekku.
“iya San, besok gue berangkat. Liburan kali ini kayaknya gue bakal kangen berat nih sama kak Willy, hehe”
“ah lo Vi, bukannya setiap liburan yang paling lo kangenin tuh si Willy ya”
“ya, iya sih. Tapi lo tau kan satu bulan ini gue lagi deket-deketnya sama dia. Gara-gara mawar itu loh San, lo masih ingetkan ?”
Ya, liburan kali ini aku pasti akan begitu rindu pada sosok pujaanku itu –walaupun benar apa yang dikatakan Susan, setiap liburan yang membuat aku ingin cepat masuk sekolah ya kak Willy. Namun, kali ini berbeda, sepertinya hari terakhir sekolah ini kak Willy akan meresmikan hubungan kami. Entahlah aku begitu merasa yakin akan hari ini, apalagi tadi pagi aku melihat kak Willy membawa setangkai bungan mawar sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kelasnya.
Di dalam kelas aku terus merasa deg-degan, sepertinya Susan juga ikut deg-degan, namun dia bilang dia bukan deg-degan karena kak Willy akan menyatakan perasaanya padaku, namun sebaliknya, Susan takut jika aku hanya ke geer-an saja.
“eh ayo ayo keluar, coba liat di lapangan basket ada tontonan bagus” suara teman-teman kelasku silih berganti mengatakan hal yang sama. Aku dan Susan begitu penasaran dengan apa yang telah membuat hampir seluruh isi sekolah pergi ke lapangan basket.
“sudah lama aku terus mencari sosok wanita yang cocok untukku. Terserah kalian, kalian mau mengatakan aku playboy, cowok pemberi harapan palsu, terserah! Karena jujur, itu semua aku lakukan karena aku ingin mencari sosok wanita yang pas untukku. Dan akhirnya aku menemukan wanita cantik yang sudah mencuri perhatianku, dan itu adalah, Margaretta Putri. Retaa kamu maukan jadi pacar aku ? kalau kamu mau kamu terimalah bungan mawar merah ini”
Semua bersorak, mengatakan ‘terima’. Mungkin hanya akulah yang sangat tak kuasa mengatakan ‘terima kak Willy, Retta’ –maksudku aku dan banyak wanita yang merasa kegeer-an oleh kak Willy.
***
“kamu dingin Vi ?” aku mengangguk dan memeluk lengannya semakin erat.
“mau pulang ?” aku menggelengkan kepalaku.
“kakak sayang sama kamu Vi” dia mengecup keningku.
Rasanya, tak ada yang lebih indah dibandingkan dengan semua ini. Aku merasa aku sudah sangat begitu bodoh, karena aku sudah bersikap seperti itu dulu. Aku selalu ingin sosok lelaki yang aku puja dulu itu peka akan apa yang selalu aku perbuat untuknya. Namun, aku sendirilah yang malah tak peka. Bodoh memang.
“Vi, sebenarnya selain kakak suka sama kamu. Ada satu hal lagi yang dulu belum sempat kakak jujur sama kamu” kini aku mengerutkan dahiku.
“memangnya apa kak ?”
“kamu masih ingatkan, dengan bunga mawar yang dulu ada di depan pintu rumah kamu dulu ?”
“hah ? iya aku masih ingat kak, dari cowo brengsek itukan ?”
Laki-laki itu melepaskan lenganya yang sedari tadi telah membuat tubuhku begitu hangat.
“bukan Vi, itu bukan dari Willy. Tapi itu aku yang kasih. Maaf Vi aku kurang begitu berani buat ngasih kamu bunga langsung. Aku pengecut Vi”
Aku begitu terkejut dengan apa yang telah aku dengar. Rasanya aku ingin berteriak, dan aku begitu sangat marah. Hampir kurang lebih lima menit aku diam dan menekuk wajahku, sementara kak Ridwan kini berhenti menangisi penyesalannya.
“kamu kenapa Vi ? kamu marah” suara laki-laki itu begitu terdengar lirih ditelingaku.
“iya kak, aku marah. Aku marah pada diriku sendiri kak. Maafkan aku kak, maaf” kini tangisku lah yang pecah. Aku memeluk erat kekasih baruku itu.
“Vi, kakak sayang dan cinta sama kamu. Mungkin dulu kakak begitu kurang pemberani, sehingga kakak hanya menganggapmu adik. Tapi ketahuilah, status kakak dan adik itu hanyalah bentuk pelampiasan ketakutan aku untuk mencintaimu.”

2 komentar:

  1. Slotyro Casino Hotel and Spa - MapyRO
    Find the cheapest and quickest 논산 출장안마 way to get from Slotyro Casino Hotel and Spa to 김포 출장안마 T-Mobile Arena Theatre Theatre 창원 출장마사지 Theatre Theatre Theatre Theatre Theatre Theatre 대전광역 출장마사지 Theatre Theatre Theatre Theatre Theatre Theatre Theatre Theatre Theatre 당진 출장샵 Theatre Theatre

    BalasHapus