***
Namaku Arif. Aku adalah
anak kampung. Aku tak tahu apa itu playstation.
Yang aku tahu hanyalah layang-layang, petak umpet, egrang, kelereng, dan banyak
lagi permainan kampung yang menurutku itu sudah lebih dari cukup. Aku hidup
dikampung yang penuh dengan kehangatan. Hubungan baik antar tetangga memang
menjadi kelebihan kampungku. Kampungku, memiliki lapangan yang begitu luas. Pagi,
siang,sore, bahkan malam selalu ramai di kunjungi. Di sini, di kampung yang
telah menjadi tempat kelahiranku ini, aku memiliki keluarga yang begitu aku
cintai, ada bapak, ibu, dan Nina adikku. Aku sekolah, kini aku duduk di SLTA
kelas 3. Tinggal beberapa langkah lagi aku akan melanjutkan sekolahku ke
perguruan tinggi. Aku memiliki cita-cita yang amat besar, aku ingin menjadi
seorang polisi. Entahlah mengapa aku ingin sekali menjadi seorang polisi,
mungkin karena aku melihat gagahnya para polisi yang sesekali datang ke
kampungku. Oh ya, di sini, aku memiliki begitu banyak teman. Tak dapat aku katakan
satu per satu, namun ada seorang teman yang telah menjadi sahabatku, dia adalah
Beben. Beben, seumuran denganku. Setiap hari kami selalu mengahabiskan waktu
bersama. Kami satu sekolah, dia adalah murid yang menurutku cerdas, walaupun
dia memang agak sedikit nakal. Namun, aku senang bersahabat dengannya, dia
adalah sahabat yang setia. Aku selalu ingat ketika aku dan Beben di kejar oleh para
preman di pasar, ketika Beben mengambil makanan milik para preman itu. Kami berlari
secepat mungkin, fisikku memang agak lebih kuat di bandingkan dengan Beben, aku
berlari lebih cepat di bandingkan dengannya. Aku terus berlari, namun ketika
aku menoleh ke belakang ternyata Beben tak ada. Aku mencarinya kemana-mana, di
tengah keramaian pasar aku terus berteriak nama Beben, dan tak lama seseorang
melambaikan tangannya tepat ke arahku, benar itu adalah Beben dia kini sedang berada
di atas mobil yang membawa sayuran, aku berlari mengejar mobil itu, uluran
tangan Beben yang panjang tepat pada tanganku. Tangan kami kini saling
menggenggam dengan erat, akhirnya aku berhasil menaiki mobil itu. Kami tertawa
bersama, begitulah Beben, dia benar-benar sahabat yang selalu mampu memberikan
tawa, dan pengalaman untukku.
***
“Ben, apa kau tak akan
melanjutkan sekolahmu ?”
“hmm, tak tahu lah, aku
lebih senang berada disini”
“tapi kau adalah murid
yang pintar Ben, sayang jika kau tak melanjutkan sekolahmu”
“memangnya, kau akan
melanjutkan sekolahmu dimana Rif ?”
“kata bapakku, aku akan
pergi ke Jakarta, aku akan mengejar cita-citaku menjadi polisi Ben”
“Jakarta ? apa itu tak
terlalu jauh ? ah aku lebih baik disini saja bersama domba-domba, sawah-sawah,
dan adikmu Nina. hahaha”
“lah, kau ini Ben
selalu saja bercanda”
Malam ini begitu indah,
kini aku dan Beben sedang menatapi bintang-bintang di langit, dan menatap
harapan juga cita-cita. Saat-saat seperti ini benar-benar menjadi kenangan
indah bersama Beben. Aku tak tahu, apakah 5 atau 10 tahun lagi akan dapat
seperti ini ? aku dan sahabatku itu memejamkan mata, dinginnya angin malam
membuat kami berhasil terlelap, terlelap di tengan lapangan yang luas. Lapangan
kehidupan ini telah menjadi saksi, bahwa aku dan Beben akan tetap menjadi
sahabat. Ya, aku dan Beben memberi nama lapangan ini adalah lapangan kehidupan.
***
Hari ini adalah hari
yang sebenarnya aku telah aku impikan sejak lama. Akhirnya, aku akan pergi ke
Jakarta untuk menjadi seorang polisi.
“pak, bu, Arif
berangkat ya, doakan Arif ya”
“iya nak ibu, dan bapak
pasti akan selalu mendoakan kamu, jangan tinggalkan ibadah ya, jaga
kesehatanmu, dan terus hubungi ibu dan bapak”
“Iya bu, Arif janji,
Nina adik abang, kamu jaga diri ya”
“iya Bang”
Sebenarnya sangat berat
aku harus meninggalkan ibu, bapak, juga Nina. Namun, semua ini aku lakukan
karena tujuan utamaku adalah membuat mereka bangga. Aku melambaikan tangan pada
mereka, air mata mereka benar-benar membuat semangatku semakin berapi-api “aku
tak akan mengecewakan kalian”. Dan sekarang aku harus mencari Beben. Aku tersenyum
ketika melihat sahabatku itu sedang bermain kelereng dengan anak-anak kecil di
lapangan.
“Ben, aku harus pergi
ke Jakarta sekarang” aku berhasil membuat Beben terlihat terkejut, namun
sepertinya Beben menyembunyikan keterkejutannya.
“sekarang ?”
“iya, Ben, aku pasti
akan selalu merindukan kenangan kita di lapangan ini”
“sana pergi ! cepat kau
kejar cita-citamu! Jangan khawatir Nina akan tetap aku jaga. Haha”
Beben, kau selalu mampu
mebuat ku tertawa. Namun aku yakin kau sesungguhnya sedih atas perpisahan ini.
Ben,aku akan mebuatmu bangga terhadapku. Aku memeluk Beben dengan sangat erat. Lapangan
kehidupan ini lagi-lagi berhasil menjadi saksi atas persahabat kami.
***
“jaga kesehatan ya bu,
Arif tutup telfonnya ya”
Tutt…
Kini, aku telah
berhasil membuat, ibu, bapak, dan Nina bangga, karena kini aku telah menjadi
seorang Kepala Satresnarkoba. Aku memang jarang sekali untuk mengunjungi
kampung, namun ibu, bapak, dan Nina selalu datang mengunjungiku. Aku telah
menikah dan istriku kini sedang mengandung seorang anak. Aku benar-benar
bahagia, keluarga, kekayaan benar-benar telah dapat aku raih, namun itu tak
lantas membuatku sombong, aku masih senang dikatakan anak kampung.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar