Bagas tak mengucap apapun ketika ia masuk ke dalam rumah. Bagas cepat berlari menuju kamarnya, dan tak memperdulikan Riani yang masih tak sadar di dalam kamar.
“mbok, gimana keadaan Riani ?“
“Alhamdulillah bu, Riani sudah sadar”
“saya ucapkan beribu maaf ya mbok atas sikapnya Bagas, nanti
jika saya pulang saya pasti akan menasihati bagas”
“ya bu, tak apa-apa saya dan Riani sudah benar-benar
memaafkan den Bagas”
“iya mbok terimakasih, ya sudah telfonnya saya tutup dulu
ya”
Tuttttt…
Hari ini adalah kepulangan bu Dewi dari Surabaya. Bu Dewi
memang telah sebulan meninggalkan rumah untuk masalah pekerjaannya, begitupun
dengan pak Reno.
“mbok mami sama papi kapan pulangnya ?”
“ibu bilang nanti den habis dhuzur pasti sampai rumah”
“oh bagus deh, aku berangkat ya mbok”
Seperti hari-hari sebelumnya Bagas dan Riani masih tetap
berangkat bersama. Dalam kelaspun masih tetap sama, Riani tetap menjadi bahan
permainan Bagas dan teman-temannya. Namun Bagas, hari ini dia terlihat begitu
kesal dengan kelakuan teman-temannya lagi.
“Bagas, kamu tadi berangkat bareng Riani ya”
“Bagas, kamu tadi berangkat bareng Riani ya”
“enggak”
“bohong! Tadi aku liat kamu sama Riani. Cieee”
Bagas benar-benar tak tahan dengan perkataan teman-temannya
yang selalu menyudutkannya dengan Riani. Namun Riani, seperti biasa ia hanya
tersenyum.
“ayo jalan mang”
“loh den itu ko pintu mobil sudah di tutup kan di luar ada
non Riani”
“gak mau pokoknya jalan, aku tak mau dengan Riani”
Mobilpun melaju, aku yakin Riani merasa benar-benar bingung,
begitupun mang Ading ia adalah supir yang selalu mengantar jemput Bagas dan Riani.
Riani adalah anak yang benar-benar tak ingin membuat orang lain menjadi susah,
Riani berusaha untuk pulang sendiri, walaupun aku benar-benar tak yakin Riani
mampu.
“loh ini sudah malam dimana Riani mang?”
“saya sudah cari dimana-dimana mbok tapi non Riani tidak
ada”
“ya Allah Gusti dimana Riani.” Mbok Neni benar-benar sedih
dengan hilangnya Riani. Bagas yang sejak siang tadi mengurung diri dalam kamar
akhirnya membuka pintu, dan dapat diajak berbicara oleh ibunya, bu Dewi.
“Bagas sayang, kenapa kamu pulang sendiri?” bu Dewi terus
membujuk Bagas yang tetap tak mau membuka mulut.
“Mami tak menyalahkan Bagas, tapi mami harap kamu jujur”
“Bagas gak mau terus di bilang pacaran sama Riani”
“loh siapa yang bilang seperti itu?”
“temen-temen mi, Bagas mau Riani pergi!”
“ya Allah, Bagas dengar mami ya. Mami dan papi sebenarnya
berusaha untuk membalas budi pada Riani dan keluarganya. Apa kamu tahu rumah,
pekerjaan mami dan papi itu awalnya adalah dari jasa papinya Riani. Apalagi
Riani sekarang adalah yatim piatu memang telah seharusnya kita menyayanginya
sayang”
Bu Dewi terus berusaha untuk menasihati Bagas, dan sampai
akhirnya mbok Neni mendatangi bu Dewi.
“bu, sudahlah jangan marahi terus den Bagas, Riani sudah
pulang kok”
“Alhamdulillah, sekarang dimana ? memang diantar siapa?”
“Riani sedang tidur bu, Alhamdulillah tadi diantar tukang
ojek depan gang depan”
“Alhamdulillah”
Hari ini tak seperti biasanya. Hari ini adalah hari dimana
mbok Neni dan Riani pergi dari kediaman bu Dewi dan pak Reno.
“mbok, kenapa mesti pergi? Saya minta maaf dengan kejadian
kemarin yang telah Bagas perbuat pada Riani”
“bu Dewi, ini sama sekali tak ada hubungannya dengan
kejadian kemarin. “
“ya sudahlah, mbok dan Riani hati-hati di jalan, dan jangan
sungkan buat main ke rumah ini lagi ya”
Bu Dewi dan pak Reno memeluk Riani, begitupun dengan mang
Ading. Suasanaan pada saat itu benar-benar membuat terharu.
“ayo kasih salam Gas, tuh Riani sudah mengulurkan tangan”
bujuk bu Dewi. “ahh” namun, Bagas malah berteriak dan meninggalkan semua orang yang
sedang berada di halaman rumah untuk
mengantar mbok dan Riani pergi. Itu adalah terakhir kalinya Bagas dan
Riani bersama.
***
“apakah ini untuk Bagas?” aku benar-benar terlarut dalam
kenangan. Namun secarik kertas berisi puisi yang aku yakin ciptaan Riani
benar-benar berhasil membuatku lebih terharu.
AKU RINDU
AKU RINDU WARNA LANGIT
AKU RINDU WARNA BUNGA
AKU RINDU WARNA BATU
DAN AKU RINDU WARNA CAT RUMAHKU
AKU HARAP WARNANYA AKAN TETAP SAMA.
Puisi itu benar-benar indah bagiku. Ah aku benar-benar rindu
senyum Riani.
“den, den Bagas sedang apa dikamar Riani? Ayo keluar kita
makan”
“oh iya mbok,bentar lagi Bagas keluar, Bagas tutup pintu
kamarnya dulu.”
Riani aku yakin,ketika kau pergi kau tak ingin meninggalkan
luka untuk siapapun
Aku yakin kau pergi adalah keinginan mu sendiri
Namun Riani aku Rindu sosokmu
Aku rindu senyummu
Aku rindu ketika aku dan kamu di sudutkan oleh teman-teman kita
dulu
Dan Riani kau tak usah khawatir aku memang tak jahat seperti
apa yang kau fikir
Dan Riani kau juga tak usah khawatir warna cat rumahmu, masih tetap sama, merah muda.
Dan Riani kau juga tak usah khawatir warna cat rumahmu, masih tetap sama, merah muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar