Akhir-akhir ini aku
memang sangat sibuk. Banyak kasus masalah narkoba yang harus cepat untuk di
selesaikan. Dan salah satunya adalah kasus bandar narkoba yang masih menjadi
buron. Diduga dia adalah pengedar narkoba paling membahayakan. Karena dia
selalu berhasil untuk melarikan diri. Dia adalah pengedar narkoba kelas kakap,
telah bertahun-tahun dia menjalankan bisnis narkobanya itu. Dia masih saja
selalu bebas berkeliaran, walaupun dia telah menjadi buron.
“kita mesti siapkan
strategi untuk melakukan penggerebekan, jangan sampai kita gagal untuk kesekian
kalinya”
“siap! Kami akan
menunggu rencana selanjutnya”
“Pengintaian kita lakukan
sepekan, lalu kita lakukan penggerebekan,”
“baik, kami akan
menyiapkan semuanya”
Anak buah sudah siap,
semua telah siap, namun mengapa masih tetap ada keraguan. Mengapa aku selalu
ingat kampungku akhir-akhir ini. Aku rindu rumah, aku rindu lapangan, dan aku
rindu Beben. Beben ? sudah 20 tahun aku tak bertemu dengannya. Seperti apa dia
sekarang ? Sulit sekali, mencari keberadaan Beben sekarang. Keluarga di kampung
mengatakan jika Beben telah pergi sudah hampir 20 tahun. Aku jadi khawatir akan
keberadaan sahabatku itu. Ah tapi, semoga dia kini telah menajadi seseorang
yang sukses.
***
Hari ini aku
benar-benar sulit untuk membuka mata, padahal hari ini adalah hari yang akan
membuatku benar-benar sibuk karena memang sekaranglah penggerebekan untuk
menangkap pengedar narkoba itu. Tak seperti biasanya, aku datang ke kantor
benar-benar terlambat. Aku tak fokus untuk menyelesaikan semua tugas. Benar-benar
tak ada semangat, dan benar-benar masih ragu untuk penggerebekan untuk malam
nanti. Namun bagaimana pun acara penggerebekan harus tetap di lakukan.
“malam nanti buronan
itu harus kita tangkap”
“siap! Hampir pukul 11
malam pak, kita harus segera bersiap”
“baiklah, kembali ketempat!”
Ya Tuhan ada apa ini,
mengapa keraguan ini makin terus merasuk ke dalam jiwaku. Apakah ini pertanda
agar aku harus menghentikan penggerebekan ini ? namun, aku tak mungkin jika
harus menunggu waktu lagi untuk menanangkap buronan itu. Aku tarik nafasku
panjang, ini semua demi kebaikan bersama, aku harus yakin untuk aksi nanti
malam.
***
“posisikan dengan baik!
Jangan sampai orang itu dapat kabur”
“siap!”
Tuhan, semoga
keraguanku ini tak membuahkan hasil yang buruk. Semua pasukan khusus telah aku
kerahkan. Buronan itu terus kami perhatikan. Puluhan polisi berjaga di setiap
pintu keluar dan masuk kawasan yang di duga terdapat sang pengedar. Sebuah rumah
sederhana dekat pesawahan adalah temapat burunon itu melakukan aksi. Akhirnya
kurang dari 1 jam polisi mampu menggerebek rumah itu, dan benar, terdapat dua
orang tersangka yang diduga pengedar narkoba, dan juga banyak barang bukti. Namun,
seharusnya ada tiga orang tersangka. Aku berlari mengejar sang buronan itu, aku
menembakan pistolku ke udara sebagai peringatan untuk berhenti berlari. Namun,
orang itu tetap saja berlari sampai masuk ke dalam sebuah hutan, dan hingga
akhirnya aku menembakan peluru tepat pada kaki sang buronan itu. Buronan itu
sama sekali tak mampu berlari, kakinya mengeluarkan banyak darah, dia merintih
kesakitan. Semua pasukan aku tugaskan untuk membawa buronan itu menuju kantor. Aku
tak mampu berbuat apa-apa, mulutku seperti bisu, aliran darah seperti berhenti
mengalir, dan jantungku seperti berhenti berdetak. Dan, ternyata aku tahu
mengapa aku begitu ragu sebelum melakukan aksi penggerebekan ini. karena
ternyata pengedar narkoba kelas kakap yang menjadi buron itu adalah Beben,
sahabat setiaku. Dan itu artinya aku telah berhasil menembak sahabatku sendiri.
***
Aku tak lantas pergi ke
kantor, biarkan saja agar pasukanku yang mengurus para pengedar itu. Karena jujur
saja aku sama sekali tak mampu berbuat apa-apa. Malam itu aku lantas pergi ke
kampungku. Namun tujuanku bukanlah untuk ibu, bapak, atau Nina adikku, namun
untuk lapangan. Dimana lapang itu yang selalu menjadi saksi untuk persahabatan
aku dan Beben. Pukul 1 malam, aku tak sanggup membendung air mataku. Aku menangis
dengan keras di tengah lapangan itu. Aku menceritakan semua yang telah terjadi
pada tanah lapang, pada bulan, pada bintang atas apa yang telah aku perbuat
pada Beben. Tak ada balasan apapun, hanya angin malam yang aku rasakan, angin
itu seperti mengusap air mataku. Aku benar-benar merasa bersalah, aku
benar-benar ingin mati saja, dan ketika aku memikirkan jika aku ingin mati,
suara telfon masuk pun berbunyi. Aku mengangkat telfon itu, dan ternyata itu
adalah dari salah satu anak buahku.
“hallo”
“hallo pak, posisi bapak
sekarang dimana?”
“saya sedang
menenangkan diri. Kurang dari 1 jam saya akan sampai di kantor, bagaimana
dengan para tersangka ?”
“salah satu tersangka
bernama Ben, terus merintih kesakitan pak, dan kini kami sampai di rumah sakit,
dan tersangka dari tadi menyebutkan nama bapak”
Tutt…
Aku benar-benar ingin
mati. Aku tak mampu menahan semua rasaku. Aku menangis lebih keras. Aku tak
tahu aku harus melakukan apa. Maafkan aku Beben.
***
Ya tuhan, kejadian itu
tak terasa sudah 30 tahun yang lalu. “Beben, aku merindukanmu. Aku merindukan
kita di tengah lapangan ini. Aku tak menyangka peluru yang aku tembakan tepat
pada kakimu dahulu membuat kau lemah, dan akhirnya meninggalkan aku. Ben, kini
umurku sudah tak muda, namun jika aku berada di lapangan ini, aku merasa
seperti muda kembali. Ben,aku tak tahu umurku akan sampai kapan, dan memang tak
akan ada yang tahu, karena itu adalah rahasia Tuhan. Namun, jikalaupun
sekarang, aku telah siap untuk pergi. Karena aku benar-benar ingin bertemu
denganmu.” Kini aku sedang berada di tengah lapangan, aku memejamkan mata. Dan mencoba
mengenang apa yang dahulu aku dan Beben selalu lakukan. Namun, rasanya aku tak
ingin membuka mata lagi, dan sepertinya memang sulit. Aku mencoba sedikit-demi
sedikit membuka mata, namun bukan lah lapangan yang aku lihat, melainkan sebuah
cahaya putih. Dan ada seseorang yang melambaikan tangannya tepat ke arahku, apa
? itu adalah Beben ! aku berlari menuju sahabatku itu. Beben tersenyum padaku,
dia menggenggam erat tanganku, dan berkata “Tuhan begitu baik Rif. Dia menghukumku
karena aku sudah menjadi orang jahat, dan itu benar-benar sangat sakit. Namun, sekarang
aku bahagia karena kebaikan Tuhan. Dan Arif kini Tuhan yang mebiarkan aku untuk
menjemputmu. Eh, tapi kau jangan khawatir kau adalah anak baik, Tuhan
menyuruhku untuk menjemputmu agar kita mampu bersama di surga.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar